BERITA JAKARTA – Pengacara PT. Ratu Kharisma (PT. RK), Cristophorus Harno, SH, menyesalkan keterangan Jaksa Peneliti pada gelar perkara di Kantor Kejaksaan Agung (Kejagung) yang juga mengundang Bareskrim Polri dan para pelapor pada 31 Januari 2022 lalu.
Jaksa peneliti katanya harus bisa membuktikan keterangannya yang mengatakan klien kami PT. RK ikut lelang asset agunanya sendiri di Bank Swadesi yang kini berganti nama menjadi Bank of India Indonesia (BOII) dengan menawar dan manafsir senilai Rp4 miliar.
“Jika Jaksa Peneliti tidak bisa membuktikan pernyataanya itu maka keterangan Jaksa menyesatkan dan patut dibilang kebohongan besar,” tegas Chris, Rabu (23/2/2022).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Chris menduga, Jaksa peneliti tidak melakukan penelitian sesuai Berita Acara Penyidikan dan fakta hukum secara cermat, proporsional, objektif dan bermanfaat dalam memberi keterangan pada expose kasus pidana BOII tersebut.
Jaksa peneliti, sambung Chris mengatakan, debitur menandatangani perjanjian kredit dengan acuan draft appraisal Bank Bumi Daya (BBD) sejumlah Rp12,5 miliar. Padahal, katanya perjanjian kredit pertama tidak pernah dilakukan apraisai asset Vila Kozy oleh BOII.
“Akan tetapi Jaksa peneliti mengatakan bank telah melakukan appraisal, artinya Jaksa Penuntut Umum atau JPU tidak membaca Berita Acara Pemeriksaan dari penyidik,” jelasnya.
Kemudian kata Chris Jaksa Peneliti mengatakan debitur mendapat kredit tiga kali, padahal yang benar debitur hanya mendapat kredit dua kali. Disini menunjukkan bahwa Jaksa Peneliti tidak membaca kronologi kasus ini secara benar.
“Jaksa Peneliti mengabaikan adanya putusan Mahkamah Agung yang telah Incraach. Jaksa Peneliti yang tidak professional dan tidak memberikan keterangan yang sesuai dengan fakta,” ungkapnya.
Chris juga menduga Jaksa Peneliti dalam kasus ini, hanya mendengar alibi-alibi pihak lawan yang dibuat acuan untuk membalikkan fakta kasus.
“Berdasarkan fakta tersebut dan Jaksa tidak bisa membuktikan tudingannya terhadap klien kami maka Jaksa Peneliti tidak layak meneliti dan menganalisa kasus ini,” ulasnya.
Lapor Presiden
Sebelum gelar perkara tindak lanjut dugaan kasus tindak pidana perbankan ini, PT. RK melalui Kantor Pengacara, Dr. Anwar Husin, SH, MM & Partners mengirimkan surat permohonan perlindungan dan keadilan hukum kepada Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo.
Dalam suratnya bernomor: 029/ADV-AH/I/2022 yang ditandatangi Dr. Anwar Husin, SH, MM, Jacob Antolis, SH, MM, MH, Cristophorus, SH, Amirrudin Ilyas Saputra, SE, SH dan Hadi Soeyamto, SH, menduga Jaksa telah melanggar wewenang dengan tidak memberi kepastian hukum dan keadilan serta kemanfaatan bagi korban pelapor yang telah terzolimi selama 12 tahun.
Selain pihak pengacara mempertanyakan, berkenaan dengan penerbitan P-19 pertama dan P-19 kedua berisi petunjuk yang tidak berkelanjutan dan tidak konsisten serta tidak sinkron dari petunjuk Jaksa pada Jampidum di Kejaksaan Agung Republik Indonesia di Jakarta atas nama Diyah Yuliastuti, SH, MH, Yuni Daru, SH, MH dan Tim Yudi Handono, SH, MH selaku Dir. Kamneg dari Direktur Keamanan Negara dan Ketertiban Umum dan Tindak Pidana umum lainnya.
Dimana petunjuk P-19 terakhir menyarankan agar penyidik mengikuti aturan Mahkamah Konstitusi tahun 2015 dan penyidik mengikuti peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2013. Berdasarkan hal itu pihak pengacara menduga, Jaksa hendak menghilangkan dan mengkaburkan fakta hukum dari semua bukti-bukti dan keterangan saksi ahli pengakuan para tersangka lain yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Selaian itu, berkas penyidikkan atas nama tersangka Primasura Pandu Dwipanata dan kawan- kawan belum juga dinyatakan lengkap atau P21. Walaupun sudah ada putusan Mahkamah Agung atas upaya hukum Kasasi perkara atas nama Ningsing Suciati mantan Direktur Utama PT. BOII dahulu Bank Swadesi telah putus dan mempunyai kekuatan hukum tetap (incraach).
Dalam kasus ini, Kasubdit Perbankan Mabes Polri tertanggal 11 Mei 2020 kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) telah ditetapkan 15 tersangka lagi berkaitan dengan tindak pidana Perbankan.
Berdasarkan petunjuk P-19 pertama dari Jaksa pada Japindum Kejaksaan Agung 10 Desember 2019 secara garis besar menyatakan agar dilakukan pemeriksaan terhadap Dewan Komisaris antara lain, Prabakan, Prakash Chugani, LG Rompas, Rakesh Sinha, GK Das maupun Direksi lainnya PT. Bank Swadesi sekarang Bank BOII kala itu secara kolektif kolegial terlibat pada saat pengajuan kredit sampai dengan pelelangan sebagian asset atau agunan debitur PT. Ratu Kharisma dengan harga yang tidak wajar dan hutang tidak lunas sebaliknya pihak bank masih menagih debitur lagi.
Pemeriksaan itu menurut Pengacara PT RK lainnya, Jacob Antolis, SH.MM.MH, penting sehingga bisa diketahui peran dan tanggungjawab dari masing-masing baik sebagai Dewan Komisaris maupun sebagai Dewan Direksi dan pejabat lain di di PT Bank Swadesi dalam hubungan fasilitas kredit tersebut, apakah hanya berfungsi menerima laporan atau ikut memutuskan.
Akan tetapi terhalang dengan adanya petunjuk dalam P-19 kedua, perihal pengembalian berkas perkara atas nama Primasura Pandu Dwipanata dan kawan – kawan yang disangka melanggar hukum berkaitan dengan tindak pidana Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b UU.No. 10 Tahun 1998 atas perubahan UU. No. 7 Tahun 1992, tentang Perbankan.
Adanya putusan inkracht yang menyatakan Ningsih Suciati bersalah kata Jacob, selayaknya berkas perkara atas nama Primasura Pandu Dwipanata dan kawan – kawan yang disangkakan melanggar tindak pidana Perbankan dinyatakan lengkap atau P21.
“Upaya hukum luar biasa atas suatu putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap tidak menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan dari putusan tersebut (pasal 268 ayat (1) KUHAP,” pungkas Jacob. (Dewi)