BERITA JAKARTA – Pada masa pandemi Covid-19 ini, PKPU seringkali ditempuh sebagai langkah hukum untuk mengatasi perusahaan yang gagal memenuhi kewajiban kepada para krediturnya, Rabu (29/12/2021).
Meskipun demikian, proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tidak menjamin bahwa perusahaan itu akan taat dan patuh membayar mengikuti skema homologasi yang telah disepakati.
Misalnya Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera Bersama (KSP SB) yang tidak melaksanakan amanah PKPU untuk membayarkan minimal 4 persen kepada anggota Koperasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Harry, salah satu nasabah KSP SB mengatakan, bahwa dari survey, KSP SB baru membayar sebesar 2–3 persen dan sisanya belum dibayarkan sampai saat ini. Padahal, pembayaran tersebut seharusnya dilakukan pada Juli 2021 lalu.
Selain KSP SB, LQ Indonesia Law Firm juga menerima pengaduan yang datang ke Hotline 0818-0489-0999 terkait Apartemen The Lana yang mandek pembangunannya yang dikembangkan PT. Brewin Mesa Sutera (BMS) yang sudah digugat PKPU.
Dalam homologasi yang telah disepakati, telah ada persetujuan rencana perdamaian yang dinyatakan sah dan mengikat secara hukum mengenai Perjanjian Perdamaian antara PT. Brewin Mesa Sutera dengan para Kreditornya dalam PKPU.
Dalam ketentuan Perjanjian Perdamaian, terdapat batas waktu yang ditentukan mengenai unit yang akan diserahkan kepada Pembeli. Begitu juga mengenai pengembalian uang kepada Non-Pembeli.
“Pada Perjanjian Perdamaian memang sudah ada ketentuan mengenai batas waktunya, namun beberapa perusahaan bisa saja tidak melaksanakan apa yang tertera pada Homologasi,” ujar Pengamat Hukum, Cutselviani, SH dari LQ Indonesia Law Firm.
Akibatnya, kata Cutselviani, banyak kreditur, pembeli, dan pemegang saham yang mengalami banyak kerugian,” tandasnya menambahkan.
Sementara itu, Dr. NGN Renti Mahariani Kerti, SH, MH Ahli Hukum Perseroan berpendapat, bahwa dalam PKPU atau Kepailitan, diatur dalam Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata.
Disana disebutkan, segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu.
Dalam pelaksanaannya, ada tiga kreditur yang berhak atas sita jaminan tersebut diantaranya kreditur preferen, konkuren dan separatis.
Alvin Lim, SH, MSc, CFP, Founder LQ Indonesia Law Firm yang juga mantan Vice President Bank of America menghimbau kepada para konsumen Apartemen The Lana agar bijak dalam mengambil langkah hukum.
Apalagi, lanjut Alvin, posisi konsumen sebagai kreditur konkuren sifatnya tidak didahulukan dibandingkan kreditur preferen dan separatis yang seringkali sudah memiliki hak jaminan terhadap perusahaan yang digugat PKPU atau Pailit.
Sugi, Kabid Humas dan Media LQ Indonesia Law Firm menjelaskan, bahwa masih ada langkah hukum lain yang dapat ditempuh untuk nasabah yaitu dengan jalur pidana.
Sebab, tambah Sugi, kita tidak pernah tahu apakah pihak perusahaan benar-benar memiliki itikad baik atau tidak, karena yang sudah-sudah banyak yang tidak mengikuti putusan Homologasi.
“Apalagi Apartemen The Lana ini wacananya akan dibangun dengan kerjasama dengan pengembang dari luar Indonesia, sehingga tetap ada kemungkinan orang yang bertanggung jawab dapat dengan mudah melarikan diri,” pungkasnya. (Indra)