BERITA JAKARTA – Meski sudah ada himbauan keras dari Kapolri namun Institusi Polri masih gagal mencegah adanya oknum Polri yang masih bersikap memalukan atau mencoreng dan merusak juga menjatuhkan institusi Polri sebagai penegak hukum,pelindung dan mengayomi masyarakat.
Salah satu video yang viral adanya oknum Polri Bripka P yang dikeroyok masa di Medan karena tertangkap basah bermaksud memeras seorang wanita pengendara motor dan mencari-cari kesalahan. Setelah dikerubuti masyarakat digalang ke kantor polisi hampir diamuk massa.
Viral video kedua yang memperlihatkan oknum Polantas mengiring dan mengambil uang dari seorang pengendara yang ditilang. Padahal, diketahui mengambil uang dari tilang adalah gratifikasi yang merupakan sebuah tindakan pidana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menanggapi hal tersebut, Kabid Humas LQ Indonesia Law Firm, Sugi mengatakan, ternyata himbauan keras Kapolri belum ada perubahan berarti dari beberapa fakta tayangan yang viral adanya oknum Polri yang masih merajalela melakukan pemerasan terhadap masyarakat.
“Seperti, jual beli kasus, kriminalisasi warga dan tindakan represif. Kenapa, karena Anggota Polri dibawah Kapolri sendiri tidak taat dan tidak mau menjalankan himbauan Kapolri,” tegas Sugi menyikapi public kepada Matafakta.com, Minggu (14/11/2021).
Bahkan, sambung Sugi, bisa dilihat dalam video pertama Bripka P dikeroyok massa menunjukkan bahwa masyarakat jenuh pada oknum Polri dan sudah tidak hormat bahkan menyuruh oknum Polri melepas helm dan masker.
“Sekarang, masyarakat mulai main hakim sendiri dikarenakan tidak percaya lagi kepada institusi Polri dampak dari prilaku – prilaku yang tidak sesuai dengan gaungan Polri Presisi dan Berkeadilan,” imbuhnya.
Terakhir, lanjut Sugi, LQ Indonesia Law Firm mengingatkan kembali dugaan pemerasan lima kosong – kosong (500) yang viral, Propam Polda Metro Jaya (PMJ) sampai saat ini hanya menindak oknum Panit dan Penyidik level bawah. Aduan terhadap atasan penyidik belum diproses maksimal.
“Terlihat bagaimana atasan penyidik kebal dan tidak berani disentuh oleh Paminal Polda Metro Jaya. Selain dugaan pemerasan kami juga melaporkan oknum atasan penyidik yang menghilangkan alat bukti yakni, keterangan ahli yang hilang dalam SP2HP terakhir kasus Mahkota,” ungkapnya.
Ditambahkan Sugi, setelah SP2HP sebelumnya tertera bahwa kegiatan Fismomdev selama 1,5 tahun hanya berusaha memanggil terlapor sebanyak 6 kali dan rencana tindak lanjut memanggil ke 7 kali. Apakah ini yang disebut Kapolri akan tajam ke atas.
“Ada dugaan keterangan ahli atau alat bukti dituker agar bisa melemahkan penyelidikan agar tidak bisa naik ke penyidikan. Selama oknum atasan tidak dicopot nama baik institusi Polri akan terus tergerus dan tercoreng,” pungkasnya. (Sofyan)