BERITA JAKARTA – Mantan Komisioner Kejaksaan RI (Komjak), Kamilov Sagala, SH, MH, meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbudristek) mengusut tuntas dugaan gelar palsu profesor ilmu hukum pidana yang disandang Jaksa Agung ST. Burhanuddin.
Sebab menurut Kamilov upaya tersebut perlu dilakukan lembaga dibawah kepemimpinan Mendikbudristek, Nadiem Makarim yang notabene, termasuk dalam jajaran Kabinet Presiden Jokowi.
“Saya berharap agar Mendibudristek segera mengusut tuntas dugaan perkara ini, karena menyangkut kepercayaan masyarakat atau publik kepada institusi dunia pendidikan kedepannya,” ujar Kamilov, Selasa (9/11/2021).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebelumnya, Universitas Jendral Soedirman (Unsoed) memberikan gelar profesor ilmu hukum pidana kepada Jaksa Agung ST. Burhanuddin.
Pengukuhan sebagai Guru Besar Tidak Tetap Unsoed ini dilakukan dalam sidang senat terbuka di Auditorium Graha Widyatama Unsoed pada Jumat 10 Oktober 2021 lalu.
Kamilov juga menuturkan, tugas anggota parlemen di Senayan khususnya Komisi Hukum dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), agar aktif melakukan upaya proaktif dan preventif untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap Kabinet Presiden Jokowi.
“Sangat wajar pihak terkait melakukan upaya proaktif dan preventif guna meningkatkan kepercayaan publik terhadap kabinet Jokowi,” pungkas Kamilov.
Dugaan Informasi Ijazah Palsu
Ditempat terpisah pakar hukum pidana, Prof Mudzakir menduga Jaksa Agung diduga memberikan informasi mengenai latar belakang pendidikannya kepada pihak Unsoed, namun tidak sesuai dengan data dalam dokumen kepegawaian.
“Bearti informasi terakhir yang dipublikasi (gelar doktor honoris causa-red) diduga adalah sesuatu yang palsu,” katanya, Selasa 9 November 2021 sore.
Maka pertanyaannya, kata Mudzakir, infomasi mana yang lebih benar, apakah data dari dokumen kepegawaian Kejaksaan atau Kurikulim Vitae (CV) sebelum dinobatkan menjadi Doktor Honoris Causa di Universitas Jendral Soedirman (Unsoed) di Banyumas, Purwokerto Jawa Tengah itu.
Menurut Mudzakir jika memang dugaan pemberian informasi yang diberikan ST. Burhanuddin kepada manajemen Unsoed bukan dari data kepegawaian patut diduga, ST. Burhanuddin telah menyampaikan infomasi palsu yang dimasukan ke dalam CV.
“Jika ternyata dokumen yang di berikan kepegawain Kejaksaan RI dengan dokumen yang telah dipublikasi, maka ada pertanyaan besar,” ungkapnya.
Maka yang akan terjadi, sambung Mudzakir, status kesarjanaannya tidak diakui. Disebabkan ST. Burhanuddin disinyalir menggunakan ijasah-ijasah yang tidak sesuai dengan CV.
“Jadi yang diakui hanya statusnya saja sebagai pegawai negeri sipil. Tetapi jika ternyata diluar data resume itu digunakan sebagai gelar doktor dan tidak sesuai dengan dokumen kepegawaian, maka gelar doktornya tidak boleh diakui,” beber Mudzakir.
Ditegaskannya, dugaan pemberian informasi palsu yang diberikan ST. Burhanuddin kepada pihak Unsoed merupakan tindakan fatal lantaran menyangkut status ST. Burhanuddin sebagai PNS.
“Dan ujung-ujungnya juga soal status dia sebagai Jaksa Agung Republik Indonesia,” tutup Mudzakir. (Sofyan)