BERITA BEKASI – Pemerintah Kabupaten Bekasi tak berdaya menegakkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor: 3 Tahun 2016, tentang Kepariwisataan terkait Tempat Hiburan Malam (THM) yang makin menjamur yang disinyalir banyak melanggar aturan.
Pasalnya, sejak diundangkan pada 15 Januari 2016, belum dilakukan secara masif oleh Instansi Pemerintah Daerah seperti Dinas Pariwisata, Satuan Polisi Pamong Praja serta Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kabupaten Bekasi.
“Jangankan mau tindak THM khususnya Pasal 47 Perda Nomor 3 Tahun 2016 yang tidak sesuai dengan norma agama misalnya diduga adanya fasilitas prostitusi, tempat pariwisata tanpa izin aja tak mampu ditertibkan,” sindir Ketua JNW, Indra Sukma, Rabu (22/1/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Contoh lainnya, sambung Indra, misalnya maraknya adanya lahan fasilitas umum & fasilitas sosial (fasos-fasum) yang disewa-sewakan oknum diwilayah Desa Sumberjaya, Tambun Selatan juga tidak bisa ditertibkan Pemerintah Kabupaten Bekasi.
“Seperti lahan fasos-fasum di Desa Sumberjaya itu mungkin sudah bertahun-tahun, tapi ketika diangkat atau disoal permasalahan itu jawabannya singkat atau klasik, semua pake proses. Padahal sudah bertahun-tahun,” jelasnya.
Kembali pada persoalan THM, lanjut Indra, suka tidak suka Pemerintah Kabupaten Bekasi, sudah membuat dan mengundangkan Perda Nomor: 3 Tahun 2016, tentang Kapariwisataan yang harus ditegakkan sesuai dengan semangat dan cita-cita awal ketika aturan itu dibuat.
“Ya, sebelumnya Perda Nomor: 3 Tahun 2016 tersebut direvisi Pemerintah Kabupaten Bekasi melalui perangkatnya seperti Satpol PP, harus melaksanakan sesuai semangat cita-cita awal dibuatnya Perda tersebut,” tegasnya.
Masih kata Indra, kalau memang, Pemerintah Kabupaten Bekasi, tidak mampu menegakkan aturan yang dibuatnya sendiri, segera melakukan revisi khususnya pada Pasal 47 Perda Nomor: 3 Tahun 2016, tentang Kepariwisataan di Kabupaten Bekasi.
“Dalam Pasal 47 tersebut mengatur mengenai jenis usaha pariwisata yang dilarang meliputi, diskotik, bar, klab malam, PUB, kepariwisataan, panti pijat atau message, live music dan jenis-jenis usaha lainnya yang dinilai tidak sesuai dengan norma agama,” imbuhnya.
Sekarang, kata Indra, aturan dan larangannya dibuat tapi tidak disertakan dengan sanksi dan hukumnya bagi para pengusaha yang diduga melanggar Perda Nomor: 3 Tahun 2016, khususnya pada Pasal 47, tentang Kepariwisataan di Kabupaten Bekasi.
“Akhirnya yang niatnya mau meningkatkan PAD sekarang hanya menjadi bancakan para oknum alih-alih untuk menlindungi dan mengamankan kaitan Pasal 47 Perda Nomor: 3 tahun 2016, tentang Kepariwisataan tersebut,” ujarnya.
Untuk itu, tambah Indra, karena Perda Nomor: 3 Tahun 2016 sudah diundangkan pada 15 Januari 2016, Pemerintah Kabupaten Bekasi melalui perangkatnya seperti Satpol PP sebagai Penegak Perda harus melaksanakan tugasnya.
“Sesuai informasi diduga Genesis, Fingky di Ruko Thamrin, Atlas di Ruko Menteng, Lippo Cikarang menyediakan tempat prostitusi terselubung termasuk Hotel kelas Melati dan itu tidak ada penindakkan dari petugas Penegak Perda yaitu Satpol PP,” pungkasnya. (Tim)