“Polri Jauh Dari Presisi, Langgar UU Advokat, Bukan Hanya Pengacara Alvin Lim, Kamarudin Simanjuntak Di Jadikan Tersangka Pencemaran Nama Baik”
BERITA JAKARTA – Minggu depan Indonesia akan merayakan hari Kemerdekaan RI ke-78, namun nampaknya Indonesia belum merdeka dari jajahan Mafia Hukum. Sarang Mafia bukan hanya di Mahkamah Agung dan Kejaksaan juga nampak nyata di Kepolisian.
Jika sebelumnya pada November 2022, Tipidsiber Mabes Polri menetapkan Advokat Alvin Lim Pendiri LQ Indonesia Law Firm sebagai tersangka ITE dan pencemaran nama baik. Kali ini giliran Advokat Kamarudin Simanjuntak ditetapkan sebagai tersangka pencemaran nama baik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Status tersangka Kamarudin Simanjuntak berdasarkan Stap/85/VIII/Res1.14/2023/Dittipidsiber tanggal 3 Agustus 2023 yang ditandatangani Direktur Tindak Pidana Siber (Tipidsiber) Mabes Polri, Brigjen Adi Vivid.
Menanggapi hal tersebut, Kadiv Humas LQ Indonesia Law Firm, Bambang Hartono, SH, MH mengatakan, ini bukti nyata bahwa Undang-Undang (UU) hanyalah teori dan alat oknum penguasa saja. UU advokat secara eksplisit sudah menerangkan bahwa Advokat dalam menjalankan tugasnya berhak mendapatkan Hak Imunitas.
“Namun nyatanya sudah 2 pengacara dan pembela masyarakat Alvin Lim dan Kamarudin Simanjuntak dijadikan tersangka oleh Dittipidsiber Mabes Polri. Apakah Mabes Polri tidak paham UU Advokat? Tentu mereka paham, namun inilah sekali lagi bukti adanya penjajahan Indonesia oleh Mafia Hukum,” tegas Bambang, Kamis (10/8/2023).
“Bahkan, Mabes Polri di jajah oleh NeoTerrorisme berpangkat Jenderal. Anehnya justru para pembunuh polisi lepas dari hukuman mati dan didiskon hingga 50 persen vonis istri Ferdy Sambo. Bravo Sarang Mafia,” sindir Bambang menambahkan.
Diketahui bahwa Alvin Lim dan Kamarudin Sumanjuntak adalah 2 tokoh advokat yang kerap bicara vokal dan lantang menyuarakan keadilan dan membongkar modus dan kiprah oknum polisi yang menjadi mafia hukum. Bukannya diberi penghargaan dan reward, mereka berdua di hantam dengan serangan hukum.
“Hak imunitas yang tertera dalam UU Advokat juga tidak dihargai oleh Mabes Polri yang merasa dirinya diatas hukum. Inilah penjajahan sesungguhnya dan penyalahgunaan wewenang yang diatur dalam Pasal 421 KUHP,” tegas Bambang.
Kapolri, sambung Bambang, seharusnya menegur dan mengkoreksi bawahannya yang melakukan penyalahgunaan wewenang. Pasal 16 UU Advokat dengan jelas menyatakan bahwa Advokat dalam menjalankan tugas memiliki kekebalan hukum dan tidak dapat dipidanakan dalam melakukan pendampingan.
“Jelas sekali Alvin Lim dan Kamarudin Sumanjuntak mendapatkan kuasa resmi terkait kasus yang jadi objek dugaan hoax dan pencemaran nama baik. Bahkan, Alvin Lim ada bukti rekaman pembicaraan dari mana muncul dalil tersebut,” ujar Bambang.
“Seharusnya, jika itu hoax, si Hadi sebagai pencetus dan yang pertama kali mengucapkan di jadikan tersangka terlebih dahulu oleh Kepolisian. Ini justru malah Kepolisian enggan memeriksa Hadi,” tambah Bambang.
Masih kata Bambang, seorang Advokat tidak seharusnya serta merta dipidanakan karena pidana adalah jalur terakhir, ultimum remedium. Polisi seharusnya terlebih dahulu menyidangkan Advokat ke Dewan Kehormatan Etik di Organisasi Advokat dan mengupayakan Restorative justice.
“Namun, dalam perkara Alvin dan Kamarudin penyidik sama sekali tidak ada mengupayakan Keadilan Restortif, tampak jelas upaya kriminalisasi dan memang Alvin dan Kamarudin adalah Target Operasi (TO), Istilahnya mereka sudah jadi pesanan untuk di bungkam,” jelas Bambang.
Disinilah terjadi, kata Bambang, dugaan perbuatan melawan hukum berbentuk penyalahgunaan wewenang. Para Advokat seharusnya bisa mengugat Kapolri ke Pengadilan untuk mengujinya. Sangat tidak etis ketika kepolisian memulai menyerang Advokat yang sedang menjalankan tugas.
“Hari Kemerdekaan Indonesia ke 78 nampaknya akan menjadi tanda belum merdekanya penegakan hukum dari jamaahan para oknum Mafia Hukum di Kepolisian,” pungkas Bambang. (Indra)