Yenti Garnasih: Mengotori Sistem Demokrasi dan Penyumbang Penjahat Akan Berlindung di Balik Pemimpin Negeri”
BERITA JAKARTA – Raja Sapta Oktohari (RSO) adalah Direktur dan pemilik PT. Mahkota Properti Indo Permata (MPIP) dan OSO Sekuritas yang adalah modus investasi bodong senilai Rp7,5 trilliun dengan korban sekitar 7000 orang.
Diketahui, Raja Sapta Oktohari dilaporkan melalui 3 Laporan Polisi (LP) di Polda Metro Jaya (PMJ) oleh puluhan korbannya dan sudah naik penyidikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ditelusuri bahwa PT. OSO Sekuritas dan PT. Mahkota ini, ternyata bermuara di PT. Citra Putra Mandiri (CPM) yang sering disebut OSO Grup dan ditelusuri di Dirjen AHU, ternyata pemilik PT. CPM sebagai holding company adalah Istri Oesman Sapta Odang dan ke empat anaknya.
Diduga aliran dana gagal bayar di tahun 2019 berkenaan dengan pembelian Partai Hanura oleh Oesman Sapta Odang, dimana OSO Grup didirikan untuk menopang dan menjadi sumber uang bagi kepentingan politik Oesman Sapta Odang.
Menanggapi hal tersebut, Ahli Pidana Pencucian Uang, Yenti Garnasih, menyoroti aliran dana kejahatan yang mengalir ke Partai dan Pemilu untuk melahirkan pimpinan negeri ini seperti yang terjadi dengan OSO dan aliran dana Pencucian Uang PT. Mahkota dan OSO Sekuritas.
“Siapa yang dicalonkan bukan berarti mereka pelaku kejahatan. Mereka disumbang oleh para penjahat yang menyalurkan uang hasil kejahatannya, itu adalah posisi pencucian uangnya,” kata Yenti dalam acara Satu Meja Forum KompasTV.
Sumbangan dari penjahat ini menjadi dasar yang buruk bagi demokrasi Indonesia, karena mengotori sistem demokrasi dan nantinya penyumbang penjahat ini akan berlindung di balik pemimpin negeri ini.
“Sehingga pemimpin negeri akan membuat kebijakan yang tidak mendukung penegakan hukum dan malah merugikan masyarakat,” tutur Yenti Garnasih.
Sementara itu, LQ Indonesia Law Firm menyarankan agar Kepolisian, Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera turun tangan dan periksa Raja Sapta Oktohari dan Oesman Sapta Odang terkait aliran dana Investasi Bodong PT. Mahkota dan OSO Sekuritas.
“Kapoldanya saja pengecut, Irjen Fadil Imran sudah berulang kali di minta segera menyelesaikan Laporan Polisi di Polda Metro Jaya, tapi pengecut dan selalu menghindari korban dan Kuasa Hukum yang ingin bertemu,” sindir Kadiv Humas LQ Indonesia Law Firm, Bambang Hartono, Senin (20/3/2023).
Tampak jelas, tambah Bambang, Kapolda Metro Jaya, Fadil Imran takut menindak Raja Sapta Oktohari, 3 LP di Fismondev Polda Metro Jaya, masih mandek sampai saat ini sudah 3 tahun berjalan.
“Memalukan sekali kinerja Kepolisian yang jauh dari harapan masyarakat,” pungkas Bambang kecewa dengan sikap Kapolda Metro Jaya yang terkesan ogah menangani kasus investasi bodong yang merugikan masyarakat luas. (Indra)