BERITA JAKARTA – Tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia makin hari, makin rentan praktek korupsi, gratifikasi bahkan aparat penegak hukum disiang bolong berani terang-terangan minta uang kepada masyarakat.
Pemerintahan Indonesia, bukannya menindak korupsi, malahan diduga memperlemah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan menjadikan KPK sebagai Mabes Polri Cabang Kuningan.
Advokat Alvin Lim, SH, MH, BSc, MSc, CFP, CLA dengan vokal meneriakkan, selama Ketua KPK dari kepolisian tidak akan pernah ada Operasi Tangkap Tangan (OTT) di kepolisian padahal setiap hari disiang bolong oknum Polri meminta dan memeras masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Bukti rekaman LQ posting di Youtube Channel dimana pencari keadilan di peras sebesar Rp500 juta untuk SP3 oleh oknum Polda Metro Jaya. Sementara, oknum Polres Jakarta Timur minta uang untuk Restorative Justice atau RJ,” kata Alvin, Sabtu (13/8/2022).
Lapor Propam juga percuma, puluhan Laporan Propam LQ hanya 1 yang ditindaklanjuti, itupun kasus Rp500 juta yang viral. Indonesia semakin terpuruk dalam jurang koruptif dan oknum Kepolisian berada di ujung tombak mengeruk uang-uang haram baik dari bandar judi maupun pihak berperkara.
“Masyarakat curiga polisi melindungi pelaku investasi bodong, karena kasus investasi bodong mandek di Polda Metro Jaya seperti kasus PT. Mahkota, OSO Sekuritas, Minnapadi, Narada. Malah, Kapolda Metro Jaya menolak menemui masyarakat para korban investasi bodong, tapi gencar pencitraan peluk-peluk dan ciuman dengan Irjen Ferdy Sambo. Sungguh miris dan membuat hati masyarakat pencari keadilan kecewa,” ungkapnya.
Alvin Lim selaku Ketua Pengurus LQ Indonesia Law Firm mengaku, khwatir dengan super power Institusi Polri, hampir ditiap institusi Pemerintah di pegang oleh orang kepolisian diantaranya, KPK oleh Irjen Pol Firly, BNPT oleh Irjen Pol Ronny Sompie, BNN oleh Komjen Pol Budi Gunawan, Kemendagri oleh Jend Pol Tito Karnavian dan banyak instansi lainnya.
“Berkaca dari kasus Ferdy Sambo, dimana pada awalnya, Irjen Fadil Imran memeluk Irjen Ferdy Sambo menunjukkan support tanpa terlebih dahulu memeriksa kebenaran perkara, Kapolres Jakarta Selatan dan Wadir Krimum Polda Metro Jaya yang terseret dugaan rekayasa penyidikan,” jelasnya.
Disini, lanjut Alvin, bisa dilihat bagaimana bahayanya ketika 1 korsa, memegang semua lini pemerintahan, jika pimpinan kepolisian buruk, maka konsekuensinya seluruh lini Pemerintah yang dipegang akan ikut busuk pula. Pemberian kewenangan dan kekuasaan yang berlebihan akan menimbulkan kesewenangan yang koruptif.
“Berkaca dari kasus Irjen Ferdy Sambo dimana terbukti ada rekayasa penyidikan, maka Alvin Lim meminta agar Pemerintah membentuk Tim Khusus untuk mengusut ulang kasus atau peristiwa KM50 dan Kebakaran Gedung Kejaksaan Agung,” imbuhnya.
Dikatakan Alvin, kuat dugaan rekayasa yang kental karena kedua kasus itu memiliki ciri khas dan digital foodprint yang serupa dengan kasus Ferdy Sambo. Tim yang sama, serta kejanggalan yang sama seperti hilangnya CCTV dan luka tembak yang tidak sesuai keterangan. Apalagi kasus kebakaran Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Kebakaran itu diduga melibatkan oknum petinggi Kejaksaan Agung, disinilah dimana oknum Kejagung “berhutang budi” kepada oknum Kepolisian. Sehingga nantinya para oknum penjahat berseragam akan bekerja sama yang pada akhirnya akan merusak pemerintahan dan merugikan masyarakat Indonesia,” ulasnya.
Sebagai Advokat yang tak ada urat takut, Alvin Lim menegaskan penegakkan hukum tidak boleh dikotori oleh politik dan konflik kepentingan tertentu. Jika aparat penegak hukum, menembak warga negara Indonesia yang sudah menyerah, secara semena-mena, maka tidak ada bedanya Polisi dengan penjahat atau pembunuh yang melanggar hukum.
“Tidak boleh aparat menegakkan hukum dengan cara yang melawan hukum. DPR harus adil, wajib di buat aturan yang memberikan sanksi pidana, bagi Aparat Penegak Hukum seperti polisi, Jaksa dan Hakim yang dengan sengaja melanggar aturan Pidana Formiil atau acara pidana,” jelasnya.
Menurut Alvin, dengan adanya legalitas Hukum, maka Aparat Penegak Hukum tidak akan semena-mena dalam menegakkan hukum. Permasalahan sering terjadi adalah rekayasa kasus dan proses penyidikan yang melanggar hukum, sehingga masyarakat dirugikan. Saat ini belum ada dasar hukum yang mempidanakan, Aparat Penegak Hukum yang melanggar hukum,” tegasnya.
Masih kata Alvin, melihat penuhnya penjara, Alvin tidak heran, karena penjara menjadi tempat orang yang berbeda pandangan politik, agama dan penjara bagi orang “sakit” yang tercandu narkoba yang seharusnya masuk rehabilitasi namun karena oknum Aparat Penegak Hukum (APH) mau cari omset makanya pecandu narkoba di pidana bukan di rehabilitasi.
“Kurang lebih 75 persen isi penjara adalah pecandu narkoba, dimana dalam penjara, mereka malah bebas pake narkoba dan dugem di malam hari dan makin tercandu. Pemerintah tahu, namun minim yang dilakukan,” sesal Alvin.
Pemerintah Jokowi, tambah Alvin, fokus mengembangkan infrastruktur dengan hutang, tanpa sadar resiko berhutang adalah secara perlahan membunuh ekonomi Indonesia. Apalagi ketidakpastian hukum, menjadi kendala bagi masuknya dana dan investasi asing.
“Semua ini akibat perilaku dan sistem Indonesia yang koruptif. Walau 77 tahun Indonesia merdeka dari jajahan bangsa asing, namun Indonesia masih terjajah perilaku koruptif,” pungkas Alvin sedih. (Sofyan)