BERITA JAKARTA – Setelah sebelumnya LQ Indonesia Law Firm menyerukan tindakan kepolisian yang “banci” dalam penanganan kasus investasi bodong PT. Mahkota (OSO Sekuritas) yang menyeret Raja Sapta Oktohari (RSO) pejabat Komite Olimpiade Indonesia (KOI), kini giliran pengacara-pengacara korban Mahkota lainnya angkat suara protes lunaknya kepolisian tangani kasus Mahkota yang merugikan 6000 orang dengan kerugian Rp6,7 triliun.
Dalam video youtubenya LQ Indonesia Law Firm dengan lantang protes terhadap tumpulnya penanganan kepolisian terhadap kasus Skema Ponzi dengan terlapor Raja Sapta Oktohari LP No 2228/IV/YAN 2.5/2020/ SPKT Polda Metro Jaya dan menyebut adanya oknum “Jenderal Banci” yang tidak berani terhadap penjahat kelas kakap.
“Kasus Indra Kenz dalam waktu 2 bulan saja, sudah ditahan dan seluruh aset disita. Padahal, Indra Kenz bukan Dirut dan pemilik Perusahaan investasi bodong, melainkan hanya mengajak para korban masuk investasi,” tegas petinggi LQ Indonesia Law Firm, Selasa (24/5/2022).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sementara, katanya, Raja Sapta Oktohari dengan jelas dan terang benderang, ada video sudah diberikan kepada penyidik, mengajak korban masuk, juga malah sebagai Dirut dan Pemilik Perusahaan investasi bodong yang tidak ada ijin BI, malah tidak pernah ditahan hingga kini, luar biasa.
Dr. Benny Wullur, SH, MH seorang advokat ternama di Kota Bandung juga kesal, karena tumpulnya aparat Kepolisian. Lpaoran polisi Polrestabes Bandung ditarik ke Mabes Polri dan kami berharap uang para korban kembali dan para pelaku diberikan hukuman setimpal.
“Sejak ditarik ke Mabes, laporan pidana No. STPL 1381/VI/2020/JBR/POLRESTABES tanggal 24 Juni 2020 mandek, tidak ada penetapan tersangka dan tidak ada kepastian hukum,” ungkapnya kepada awak media.
Senada dengan Advokat Benny Wullur, advokat Ali Nurdin seorang Lawyer senior lainnya yang menjadi Kuasa Hukum para korban PT. Mahkota (OSO Sekuritas) mengeluh dalam instagramnya dengan memasang gambar majalah depan Gatra berfoto Raja Sapta Oktohari dengan judul “Skema Ponzi Raja Okto” menunjukkan ketidakpuasannya terhadap mandeknya laporan polisi Mahkota di Mabes Polri melalui postingan di Instagram.
Keluh kesah para Lawyer dari beberapa Kantor Hukum yang berbeda, seolah mengkonfirmasi bahwa Polri memang “banci” dalam penanganan kasus Mahkota milik Raja Sapta Oktohari karena Jenderal-jenderal atau petinggi Polri terlihat enggan atau tidak berani alias “banci” dalam pengusutan kasus Skema Ponzi Raja Sapta Oktohari.
Bahkan, pihak Kepolisian dan Pemerintah bukan hanya tidak mengusut kasus PT. Mahkota, malah membiarkan para korban Mahkota diintimidasi dan diancam oleh Raja Sapta Oktohari melalui Ormas Laskar Merah Putih (LMP).
“Saya disurati oleh LBH Ormas yang mendapatkan kuasa dari Raja Sapta Oktohari. Heran kenapa korban jadinya seperti ini? Dimana Pemerintah dan Kepolisian? LP saya di Polda Metro Jaya sudah 2 tahun lebih mandek, dimana kepastian hukum yang didengungkan Pemerintah Jokowi?. Aparat penegak hukum bukannya menindak kriminal malah menjadi alat untuk menekan para korban,” sesal Alwi salah satu klien LQ Indonesia Law Firm korban Mahkota.
Saya sedih dan kecewa, ungkap Alwi, Indonesia sangat bobrok di jaman Presiden Joko Widodo (Jokowi) padahal saya sangat kagum pada pidato-pidato bapak Presiden, namun oknum bawahan Bapak Presiden banyak yang bandel dan membangkang, sehingga Indonesia menjadi surga tumbuhnya penjahat keuangan.
“Saya ingat Presiden aja sudah 3 kali meminta Kapolri berantas mafia tanah, Kapolri seolah tidak mendengar dan mafia tanah masih marak. Beberapa kasus tanah bahkan ditunggangi oknum Kepolisian,” ucapnya memberikan gambaran fakta lain bukan hanya persoalan seputar kasus investasi bodong.
Padahal, Presiden Jokowi sendiri di Bulan Februari 2022, sudah memberikan instruksi agar aparat pemerintahan membasmi semua macam penipuan Skema Ponzi, tapi terang-terangan dalam kasus Skema Ponzi melibatkan anak Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Oedang (OSO) petinggi Polri hingga Jenderal Mabes di Bareskrim takut, gentar dan tidak dapat memberikan kepastian hukum dalam kasus pidana yang melibatkan Raja Sapta Oktohari.
“Jadi apakah benar, dugaan Jenderal Polri banyak yang “banci” maaf, bukan jenis kelaminnya “banci” melainkan tindakan dan sikap mereka yang takut, enggan dan lamban dalam penanganan kasus Skema Ponzi yang melibatkan Raja Sapta Oktohari, pejabat Komite Olimpiade Indonesia yang membuat dicap sebagai “banci”?,” pungkasnya Alwi kecewa. (Sofyan)