BERITA JAKARTA – Dalam Putusan Homologasi No. 76/Pdt.sus- PKPU/ 2020 PN Niaga Jkt Pst, yang disahkan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat adalah cara Raja Sapta Oktohari (RSO) melancarkan modus penundaan pembayaran untuk 5 tahun kedepan yang tentunya sangat merugikan para korban PT. Mahkota.
Kuasa Hukum, PT. Mahkota besutan Raja Sapta Oktohari dalam prakteknya berjalan tidak sesuai dengan putusan homologasi, alih-alih melakukan pembayaran terhadap seluruh kreditur, malah Mahkota membayar sebagian debitur sejumlah Rp2,5 juta yang bersedia melepaskan tanggung jawab pidana dan perdata.
“Ketika menerima uang Rp2,5 juta sebagai cicilan PKPU, si penerima cicilan menandatangani kwitansi yang berisi tulisan melepaskan tanggung jawab pidana dan perdata terhadap PT. Mahkota,” terang Kabid Humas LQ Indonesia Law Firm Sugi, Senin (23/5/2022).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hal ini, sambung Sugi, adalah taktik dan strategi jahat dari Kuasa Hukum Raja Sapta Oktohari yang tidak mengerti hukum, karena faktanya, ijazah sarjana hukumnya tidak terdaftar dipangkalan data Kemenristek Dikti.
Dikatakan Sugi, liciknya sang pejabat mengimingi pembayaran Rp2,5 juta seorang padahal total tanggung jawabnya kurang lebih Rp6,7 triliun dari sekitar 6000 orang nasabah yang ada di PT. Mahkota milik Raja Sapta Oktohari pejabat National Olympic Committee (NOC) mewakili Indonesia dibidang olahraga ini.
“Jadi ketika seseorang yang bilyetnya Rp1 miliar, menerima cicilan Rp2,5 juta lalu kedepannya tidak terima angsuran lagi maka dia telah melepaskan hak gugatan Perdata dan Pidana terhadap PT. Mahkota. Ini, sama saja dengan menukarkan Rp1 miliar dengan Rp2,5 juta. Sebuah taktik yang keji dari Raja Sapta Oktohari,” tegas Sugi.
Salah seorang korban berinisial Y mengungkapkan, dirinya telah menerima uang tawaran dari PT, Mahkota sebesar Rp2,5 juta itu, karena terpaksa butuh uang untuk berobat tanpa berpikir panjang bahwa tawaran tersebut sebagai setrategi Mahkota melepas jeratan Pidana maupun Perdata.
“Saya butuh uang untuk berobat sehingga saya terpaksa menerima Rp2,5 juta, saya tidak tahu jika akan melepaskan seluruh hak gugatan saya dikemudian hari, saya awam hukum,” sesalnya.
Menanggapi hal itu, salah seorang mantan Hakim yang tidak bersedia namanya disebutkan mengatakan, bahwa modus yang dilakukan Kuasa Hukum Raja Sapta Oktohari bisa dibilang licik dan memuat itikat tidak baik.
“Hal ini, bisa menjadi salah satu alasan pembatalan Homologasi di Pengadilan Niaga, bahwa Debitur tidak memiliki itikat baik dan dengan menambahkan klausul baru yang tidak sejalan dengan putusan Homologasi,” jelasnya.
Itikat baik, lanjutnya, adalah hal terpenting dalam sebuah kesepakatan termasuk homologasi, jika tidak ada itikat baik, bahkan sudah ada bukti tindakan kecurangan maka patut diragukan perjanjian yang dibuat dengan maksud mencelakakan atau menipu orang lain.
“Dengan begini, dapat dimintakan pembatalan Homologasi, karena itikat baik, adalah hal terpenting dalam sebuah kesepakatan, termasuk Homologasi,” tandasnya.
LQ Indonesia Law Firm Akan Ajukan Pembatalan Homologasi PT. Mahkota
LQ Indonesia Law Firm selaku Kuasa Hukum para korban sependapat bahwa itikat baik adalah hal terpenting dalam sebuah kesepakatan, termasuk homologasi, jika tidak ada itikat baik, maka patut diragukan perjanjian yang dibuat dengan maksud mencelakakan atau menipu orang lain.
“Kami akan segera mengajukan pembatalan homologasi. Kwitansi Rp2,5 juta itu menjadi salah satu alat bukti kami dalam pembatalan homologasi Mahkota, karena disinyalir adanya itikat tidak baik,” tegas Sugi.
Padahal, lanjut Sugi, dalam Pasal 1320 KUH Perdata syarat perjanjian atau perikatan untuk tujuan yang halal menjadi salah satu syarat. Sedangkan homologasi ini dilaksanakan dengan maksud terselubung, yaitu tidak membayar kewajiban para korban.
“Selain kwitansi Rp2,5 juta, kami masih ada alasan hukum lainnya yang akan kami tuangkan dalam gugatan pembatalan homologasi PT. Mahkota tersebut,” ulasnya.
Dikatakan Sugi, timbul pertanyaan di masyarakat bagaimana seorang pejabat NOC dan mantan Ketum HIPMI serta anak Oesman Sapta Oedang (OSO), ternyata bisa memiliki siasat keji dengan menipu para korban PT. Mahkota?.
“Ternyata dibalik Raja Sapta Oktohari berdiri perempuan yang berkedok pengacara, namun jerohannya aspal, seperti ijazahnya yang tidak terdaftar dan sudah menyandang status tersangka di Polres Jakarta Barat, yaitu Natalia Rusli,” sindirnya.
Dilihat dari medsos kedekatan Natalia Rusli dan anak-anaknya dengan Raja Sapta Oktohari. Lawyer aspal, Natalia Rusli adalah pendiri Master Trust Law Firm dan Rumah Keadilan. Strategi-strategi keji dan licik ternyata dimanufaktur Natalia Rusli selaku Kuasa Hukum, Raja Sapta Oktohari.
“Benar kata pepatah, sampah berkumpul dengan sesama sampah di tempat sampah. Apa jadinya negara ini jika diisi oleh oknum pejabat licik dan kotor seperti RSO yang mengunakan modus Rp2,5 juta dengan embel-embel melepaskan tanggung jawab Pidana dan Perdata? Mengerikan pejabat yang membodohi dan mencurangi masyarakat, bukankah seharusnya pejabat melindungi dan memberikan pelayanan pada masyarakat?,” pungkas Sugi. (Sofyan)