BERITA JAKARTA – Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Ignatius Eko Purwanto menuding Kejaksaan RI serampangan dibalik putusan nihil terhadap Komisaris PT. Trada Alam Minera Tbk (TRAM), Heru Hidayat.
Majelis Hakim menilai, tuntutan mati yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU), telah melanggar azas penuntutan. Sebab, Jaksa menuntut diluar pasal yang didakwakan.
Dalam surat dakwaannya, Jaksa menjerat Heru Hidayat dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010, tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Oleh karenanya adalah sangat beralasan secara hukum untuk mengesampingkan tuntutan mati yang diajukan penuntut umum dalam tuntutannya,” tegas Hakim Eko Purwanto, Selasa (18/1/2022) malam.
Hakim Eko Purwanto mengungkapkan, sejak awal penuntut umum tidak pernah mendakwa dalam surat dakwaannya melanggar Pasal 2 ayat (2) UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang tipikor.
Sehingga, sambung Eko Purwanto, Majelis Hakim tidak dapat membuktikan unsur Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor. Akan tetapi Majelis Hakim hanya membuktikan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor.
Dia menuturkan, dalam tuntutan mati tersebut, surat dakwaan merupakan landasan dan rujukan serta batasan dalam pembuktian penuntutan dan putusan suatu perkara pidana dalam Pasal 182 ayat (4) KUHAP.
“Maka putusan tidak boleh keluar dari surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan dipersidangan,” urai dia.
Soal Penyitaan Serampangan
Majelis Hakim juga menguraikan, Kejaksaan RI saat melakukan proses penyitaan dilakukan secara serampangan antara aset-aset pihak ketiga yang tidak ada kaitannya dengan perkara ini.
“Bahkan mayoritas aset-aset tersebut sudah diperoleh para pihak ketiga tersebut sebelum terjadinya perkara ini dan sebelum terdakwa mengenal PT. Asabri,” jelasnya.
Hakim Eko Purwanto menambahkan, beberapa aset yang disita merupakan dari perusahaan publik dimana mayoritas pemegang sahamnya adalah masyarakat.
Dikatakan Eko Purwanto, tindakan (penyitaan) tersebut diikuti pelelangan aset sitaan dalam proses penyidikan dengan dalih pemeliharaan yang mahal dan menjaga nilai aset. Padahal, dalam perkara lain Jaksa bisa menitipkan aset yang disita tanpa perlu melakukan lelang.
“Pelelangan tersebut tentunya merugikan para pihak pemilik aset. Apalagi dalam putusan aset-aset dinyatakan tidak ada kaitannya dengan perkara ini,” beber dia lagi.
Barang Bukti Dikembalikan
Akibat dari proses penyitaan yang diduga serampangan, Majelis Hakim sepakat untuk mengembalikan barang bukti hasil sitaan dikembalikan kepada pemiliknya.
Dengan pertimbangan, bahwa barang bukti berupa kapal tanker LNG Aquarius milik PT. Hanochem Shipping beserta dokumennya terbukti adalah milik PT. Hanochem Shipping jauh sebelum tindak pidana korupsi dalam perkara ini dibeli oleh tiga konsorsium sejak tanggal 14 Desember 2011 dengan harga USD 33 juta dari PGT Limited.
“Walaupun dalam perjalanan PT. TRAM Tbk menjadi pemilik saham PT. Hanochem Shippin namun tidak dengan sendirinya PT. TRAM Tbk menjadi pemilik aset kapal tersebut dan harus dikembalikan kepada siapa barang itu disita,” ungkap Hakim Eko.
Selain itu, Majelis Hakim juga memerintahkan Jaksa agar mengembalikan 4 unit kapal laut beserta dokumennya kepada PT. TRAM Tbk.
“Terbukti dimiliki PT. TRAM Tbk jauh sebelum Tipikor ini sehingga bisa dipastikan bukan hasil tindak pidana oleh karenanya harus dikembalikan kepada pemiliknya,” ulas Eko Purwanto.
Selain PT. TRAM Tbk, Majelis juga meminta JPU mengembalikan 13 kapal laut kepunyaan PT. Jelajah Bahari Utama beserta dokumennya.
Bahkan juru pengadil di dunia juga menegaskan PT. Rikobana Abadi, PT. Tiga Samudera Perkasa, PT. Mahkota Nikel Indonesia dan PT. Tiga Samudera Nikel tidak dapat dilakukan penyitaan atau perampasan.
Oleh karena merupakan badan hukum yang merupakan personifikasi orang maka tidak dapat dilakukan penyitaan atau perampasan. Apabila perusahaan itu diduga terlibat dalam tindak pidana ini dapat didakwa tersendiri.
“Atas pertimbangan hukum tersebut maka penyitaan atas badan hukum tersebut harus dinyatakan batal demi hukum,” pungkas Hakim Eko Purwanto. (Sofyan)