BERITA JAKARTA – Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Banten, membatalkan Sertifikat Hak Milik (SHM) tanah atas nama milik Wijanto Halim yang berada di Kecamatan Benda, Kota Tangerang, Provinsi Banten.
Pembatalan SHM dengan Nomor: 3363, 3364, 3365, 3366 dan 3367 milik Wijanto Halim ini, tertuang dalam Surat Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Banten Nomor: 07/Pbt/BPN.36/XII/2021 tertanggal 2 Desember 2021.
Kepada awak media, Suherman Mihardja, SH, MH, selaku pemohon pembatalan sertifikat milik Wijanto Halim mengatakan, permohonan pembatalan sertifikat itu setelah menunggu lebih dari 3 tahun lamanya oleh BPN Kota Tangerang yang tidak kunjung diproses.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Lebih dari 3 tahun kami menunggu agar sertifikat milik Wijanto Halim dibatalkan dan BPN Kota Tangerang kembali menerbitkan sertifikat milik keluarga kami,” kata Suherman dalam keterangan persnya di Jakarta, Jumat (24/12/2021).
Dikatakan Suherman, lamanya proses pembatalan selama ini lantaran diduga adanya oknum pegawai BPN Kota Tangerang yang sengaja menghambat dalam penyelesaian atas sengketa antara dirinya dengan Wijanto Halim.
Putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) No.52 PK/PDT/2018, tertanggal 7 Maret 2018 yang dalam amar putusannya menyatakan mengabulkan permohonan PK para pemohon, Ningsih Rahardja, Mareti Mihardja, Julia Mihardja, Yuliana Mihardja dan Suherman Mihardja, SH, MH.
“Membatalkan putusan MA RI No. 2937 K/Pdt/2015, tanggal 29 Februari 2016 Jo Putusan Pengadilan Tinggi Banten No.16/Pdt/2015/PT.BTN tanggal 6 April 2015 Jo Putusan Pengadilan Negeri Tangerang No. 645/Pdt/Pdt.G/2013/PN.TNG tanggal 18 September 2014,” jelasnya.
Diungkapkan Suherman, sesuai dengan putusan PK tersebut yang telah membatalkan putusan MA RI No.2937 K/Pdt/2015, tanggal 29 Februari 2016 yang sudah mempunyai kekuatan kukum tetap atau incraht. Selanjutnya, pihaknya mengajukan permohonan pembatalan SHM No. 3363, 3364,3365, 3366 dan 3367 Benda atas nama Wiyanto Halim pada 25 Mei 2018 lalu.
Dilanjutkan Suherman, pada tanggal 12 September 2018 pihaknya kembali mengajukan permohonan penerbitan SHM No.49 dan SHM No.51 Benda atas nama Ningsih Rahardja, Mareti Mihardja, Julia Mihardja, Suherman Mihardja dan Yuliana Mihardja selaku ahli waris Alm Surya Mihardja.
“Proses pembatalan SHM No. 3363, 3364, 3365, 3366 dan 3367 atas nama Wijanto Halim berbeda dengan proses pembatalan sertifikat milik keluarga kami. Dulu waktu Wijanto Halim pembatalan SHM No. 49 dan SHM No. 51 hanya dalam waktu 1 tahun selesai,” ungkapnya.
Sementara, sambung Suherman, sebaliknya ketika pihaknya menang PK pembatalasan sertifikat memakan waktu hampir 3 tahun lebih, karena adanya oknum pegawai kantor BPN yang ikut terlibat persekongkolan dengan sengaja membantu dalam proses pembatalan sertifikat milik keluarganya tersebut.
“Setelah menunggu lebih dari 3 tahun penantian, akhirnya pihak BPN Kota Tangerang memproses pembatalan sertifikat milik Wijanto Halim dan menerbitkan kembali sertifikat milik keluarga kami,” ulas pengusaha property yang juga berprofesi sebagai Advokat ini.
Dirinya pun, mengapresiasi pihak BPN dalam upaya memberantas oknum pegawainya yang diduga ikut bermain dalam sengketa pertanahan dengan berani memproses pembatalan sertifikat milik, Wijanto Halim.
Sejak Tahun 1990
Suherman menjelaskan bahwa perkara dengan Wijanto Halim sudah berlangsung sejak 1990 hingga sekarang. Sudah 32 tahun baik secara pidana, praperadilan, PTUN serta perdata yang semuanya sudah berkekuatan hukum tetap (inchracht) dengan kemenangan berada dipihaknya.
“Sengketa tersebut tidak akan berkepanjangan apabila tidak dibantu oleh oknum pegawai BPN yang selama ini diduga membantu Wijanto Halim,” ujar Suherman kepada awak media.
Maka, lanjutnya, sesuai pengalamannya selama ini dalam menghadapi sengketa pertanahan dapat dipastikan adanya pihak lain yang diduga ikut terlibat atas sengketa tersebut. Hal ini diduga dikarenakan adanya iming-iming atau kepentingan tertentu apabila kasusnya selesai dengan kemenangan si mafia tanah tersebut.
“Semua itu, setidaknya dapat dipastikan melibatkan banyak oknum baik dari pihak Kelurahan, Notaris selaku PPAT, Kepolisian serta pengawai BPN bahkan Hakim. Hal ini dapat terlibat dalam kasus saya sejak tahun 1990 hingga sekarang. Meski dengan perjuangannya panjang, namun yang nama kebenaran tetaplah kebenaran,” pungkasnya. (Dewi)