BERITA TANGERANG – Sidang Praperadilan kembali dibuka di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang oleh Hakim Tunggal, Emy Tjahjani Widiastoeti, SH, MH dengan agenda jawaban dari Tim Bidkum Polda Banten yang dipimpin Kombes Pol. Achmad Yudi Suwarso, SH, MH dengan 7 Anggota Tim Bidkum lainnya, Senin (20/12/2021).
Pantauan dipersidangan, terlihat rombongan Tim Bidkum Polda Banten yang berjumlah 8 orang berbadan besar, memasuki ruang persidangan PN Tangerang, seolah mengeroyok Tim Kuasa Hukum dari LQ Indonesia Law Firm yang hadir hanya berjumlah 2 orang.
Dalam kesempatan itu, Tim Bidkum Polda Banten, memberikan jawaban dari permohonan Praperadilan dengan keberatan atas permohonan yang diajukan LQ Indonesia Law Firm yang menyatakan bahwa perubahan permohonan dalam posita dan petitum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Uniknya, Bidkum Polda Banten dalam persidangan menjawab permohonan bahwa dalam putusan MK Nomor 130/PUU-XIII/2015, terkait batas waktu 7 hari SPDP harus diterima oleh pemohon sama sekali tidak diatur sanksi bagi termohon dan tidak diatur akibat hukum terhadap belum diterimanya SPDP bila melewati waktu selama 7 hari.
Menanggapi jawaban Bidkum Polda Banten, Advokat Hamdani, SH, MH dari LQ Indonesia Law Firm mengatakan, dalam Pasal 109 ayat (1) KUHAP jo Putusan MK No.130/PUU-XIII/2015, kewajiban penyidik untuk memberikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dalam waktu paling lambat 7 hari.
“Waktu 7 hari itu, setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan kepada penuntut umum, terlapor dan korban/pelapor. Pasal 109 ayat (1) KUHAP berbunyi “Dalam hal penyidik telah memulai penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum,” jelas Hamdani.
Dalam putusan MK itu, menyatakan bahwa, Pasal 109 ayat (1) KUHAP bertentangan dengan UUD RI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum tidak dimaknai penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan SPDP penyidikan kepada penuntut umum.
”Jelas tertera isi UU diatas masyarakat bisa melihat inilah cara berpikir oknum Polri. Jika tidak ada sanksi dan akibat hukuman, maka tidak masalah bagi Aparat Penegak Hukum melanggar hukum. Inilah akar dan penyebab banyaknya keluhan masyarakat dalam proses hukum dan kriminalisasi,” sindir Hamdani.
“Kali ini terang-terangan secara jujur Kabid Hukum Polda Banten mewakili Insitutusi Polda Banten menyuarakan, Tidak Apa Melanggar Hukum Selama Tidak Ada Sanksi Hukum Bagi Polri,” tambah Hamdani mengakhiri tanggapannya.
Sementara itu, Advokat H. Alfan Sari, SH, MH dari LQ Indonesia Law Firm juga menyatakan, kekecewaannya, apakah boleh Kepolisian melakukan penegakkan hukum dengan Hukum Acara Pidana yang melanggar hukum? Lalu apa bedanya Polisi dengan terduga Kriminal yang diproses apabila Polisi dalam penegakan hukum dilakukan dengan cara melanggar hukum.
“Menerima SPDP ini adalah salah satu Hak Konstitusional setiap warga negara sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 untuk kepastian hukum yang adil. Kata “Adil” untuk memastikan dalam penegakan hukum, aparat tidak melanggar HAM,” tutur Alfan Sari.
Oleh karena itu, kata Alfan Sari, kenapa pihaknya mempublikasikan penanganan oknum Polda Banten agar bisa dilihat oleh masyarakat luas, bagaimana masyarakat tidak boleh melanggar hukum, namun polisi boleh melanggar hukum asalkan tidak ada sanksi atau hukuman bagi si pelanggar.
“Inilah kinerja Kepolisian Polda Banten yang dipertontonkan ke public. Pantesan Institusi Polri makin terpuruk, begini toh cara berpikir mereka,” pungkas Alfan Sari menyesalkan.
Pantauan dipersidangan, permintaan Tim Bidkum Polda Banten untuk mengundur Duplik 1 hari ditolak oleh Hakim Emy Tjahjani Widiastoeti, SH, MH, karena akan membuat jangka waktu sidang melewati 7 hari sebagaimana amanah KUHAP.
Tim Bidkum Polda Banten yang kewalahan melawan materi telak dari LQ Indonesia Law Firm, sehingga membutuhkan waktu tambahan padahal sudah 8 orang Tim Kuasa dari Polda Banten.
“Agar jadi efek jera, untuk Oknum Polri jangan sewenang-wenang mengunakan kekuasaannya, penegakan hukum haruslah sesuai KUHAP dan tidak melanggar HAM. Para korban kriminalisasi oknum lainnya hubungi silahkan hubungi kami di 0817-489-0999,” pungkas H. Alfan Sari. (Indra)