BERITA JAKARTA – Pengamat politik Institute for Digital Democracy (IDD) Bambang Arianto, menilai langkah PDI Perjuangan (PDIP) yang akan memberikan sanksi kepada kader yang terlibat dalam calon Presiden 2024, terkesan berlebihan.
“Awalnya, persoalan ini hadir ketika banyak bermunculan relawan Ganjar. Terakhir ada relawan Sahabat Ganjar yang mendeklarasikan diri di 17 negara. Padahal, deklarasi capres ini murni berasal dari relawan politik atau inisiatif langsung dari masyarakat dan bukan dari kader Partai,” kata Bambang kepada Matafakta.com, Senin (27/9/2021).
Artinya, sambung Bambang, tidak ada larangan bila masyarakat umum ingin mendirikan asosiasi politik seperti relawan hingga menawarkan figur 2024 sedini mungkin. Sebab dalam konteks politik menyemai figur itu harus jauh hari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Tujuanya agar publik bisa mengkritisi semua rekam jejak dari figur yang ditawarkan oleh relawan. Soal apakah nanti disetujui atau tidak oleh partai politik pengusung itu urusan lain,” jelasnya.
Artinya, lanjut Bambang, bila dukungan ini muncul dari relawan yang berbasis masyarakat, tentu tidak ada yang salah. Sebab, relawan politik itu basisnya memang dari rakyat dan tidak ada kaitannya dengan partai politik.
“Kendati demikian di Indonesia memang banyak komunitas yang mengatasnamakan relawan politik padahal kaki tangan Partai. Tapikan kuasanya pasti berbeda-beda. Sebab, relawan bentukan Partai tetap saja akan tunduk pada keputusan Partai politik,” ujarnya.
Padahal, tambah Bambang, yang dapat dikatakan relawan politik tentu dibangun dari komunitas atas rasa solidaritas yang sepaham dan hanya tunduk kepada figur yang diusung.
“Intinya, kehadiran relawan politik ini menunjukkan bahwa pelembagaan demokrasi di Indonesia terus bertumbuh. Justru kita terkesan otoriter, bila melarang kemunculan relawan politik meskipun di masa pandemi Covid-19 saat ini,” pungkasnya. (Indra)