BERITA PAPUA – Hasil keputusan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) Papua pada tahun 1969, dari segi historis dan yuridis sudah tidak ada celah lagi bagi segelintir orang atau kelompok untuk mengungkit-ungkit atau bahkan mengklaim bahwa Papua bukan merupakan bagian dari NKRI.
Hal ini ditegaskan Tokoh muda Papua, Yanto Eluay yang merupakan putra mendiang, Dortheys Hiyo Eluay Tokoh Pepera 1969 yang prihatin dengan keadaan tersebut.
Yanto merasa berkewajiban meredam setiap upaya mencerai-beraikan masyarakat Papua yang disampaikannya pada Rabu 28 Oktober 2020 bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda di Pendopo adat Ondofolo Yanto Eluay, Kampung Sereh Jalan Bestuur Post Nomor 15 Sentani Papua.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain itu, eksistensi Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB) di Papua turut merongrong, ditambah provokasi pihak asing yakni oportunis aktivis luar negeri dan satu negara kecil di Pasifik selatan yang selalu bersuara negatif terhadap Pemerintah Republik Indonesia.
Yanto sedikit bercerita hasil Pepera tersebut telah diserahkan kepada Sekjen PBB yang kemudian disahkan dalam sidang umum Persertikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
“Tak hanya itu, Belanda yang waktu itu masih menjadi negara Kolonial juga menerima hasil Pepera, sehingga pada saat itu Belanda mengakui bahwa Papua sah menjadi bagian dari NKRI,” kata Yanto berapi-api.
Yanto menjelaskan, pelaksanaan Pepera waktu itu dilaksanakan di 8 Kabupaten yakni Jayawijaya, Merauke, Paniai, Fakfak, Sorong, Manokwari, Biak serta Jayapura yang dihadiri oleh 1.026 anggota Dewan Musyawarah Pepera (DMP) mewakili jumlah penduduk Papua yang saat itu berjumlah 809.327 jiwa.
“Sekjen PBB akhirnya menuju Jayapura untuk menjamin proses alih kekuasaan dari UNTEA kepada pemerintah Indonesia. Hal ini berpedoman kepada integrasi Papua 1 Mei 1963 maupun hasil Pepera 1969 yang melahirkan resolusi PBB 2504,” tambah Yanto.
Pada momentum 28 Oktober peringatan hari Sumpah pemuda ini, Yanto membuka pola pikir masyarakat Papua agar lebih realitis dan tidak mudah dipengaruhi oleh pihak-pihak yang ingin mencerai-beraikan Papua dari NKRI yang berujung kepada konflik.
“Kami akan mendeklarasikan Presidium Putra-Putri Pejuang Pepera provinsi Papua (P5) dan pernyataan sikap Ormas-ormas Merah Putih untuk Papua,” ujar Yanto Eluay yang juga seorang Ondofolo Besar di wilayah adat Tabi Ondo.
Tujuan dari kegiatan ini, sambung Yanto, adalah menjaga dan mengawal keputusan Pepera 1969 dan mendukung seluruh program Pemerintah pusat untuk memajukan dan membangun Papua.
“Jika masih ada ribut-ribut soal pendidikan, kesejateraan dan lain-lain, Ormas kami siap menjembatani, termasuk isu pelanggaran HAM, hentikan isu usang tentang Papua Merdeka kita harus berbicara tahun 1969 keatas jangan berpikir mundur,” papar Yanto.
Hal penting yang disampaikan Yanto Eluay, bahwa Ormas yang dia bentuk non-partisan dengan tujuan untuk mensosialisasikan Pepera 1969 yang bersifat Final dan Papua bagian NKRI.
Yanto juga telah membina hubungan baik dengan Pemerintah Pusat, Daerah dan unsur Perwakilan Rakyat, TNI dan Polri, Yanto bersyukur selama ini pergerakannya mendapat respon yang baik dan positif dari berbagai kalangan.
Sementara itu, Kepala Penerangan (Kapen) Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) III Kolonel CZI IGN Suriastawa saat dikonfirmasi menyampaikan bahwa TNI sangat menyambut positif deklarasi dan pernyataan sikap Ormas-Ormas untuk Papua yang digagas Yanto Eluay pada Rabu 28 Oktober 2020.
“Ini merupakan bukti bahwa sebagian besar Masyarakat Asli Papua sadar akan sejarah yang benar tentang Papua sebagai bagian NKRI. Secara de facto dan de jure Papua sah bagian dari NKRI,” pungkas Kolonel Suriastawa. (Almira)