BERITA JAKARTA – Dugaan kriminalisasi yang akan dilakukan pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), dengan melakukan penyelidikan dan penyidikan dugaan korupsi PT. Bumigas Energi (BGE), terkait proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPb) di Dieng dan Patuha mendapat kritikan tajam dari Pakar Hukum Pidana, Profesor Mudzakkir.
Sebab terkuaknya rencana itu saat Jaksa Raharjo Yusuf Wibisono membacakan hasil uji konsekuensi dalam persidangan sengketa informasi tentang permintaan data benar atau tidaknya Kejagung telah melakukan investigasi penelusuran informasi rekening milik PT. BGE di HSBC Hongkong tahun 2005, diruang sidang ruang Komisi Informasi Publik, Wisma BSG Jakarta pada Senin 11 September 2023.
Menurut penilaian Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogjakarta, Profesor Mudzakkir menuturkan, bahwa sengketa informasi di Komisi Informasi Publik (KIP) antara PT. Bumigas Energi (BGE) dan Kejaksaan Agung maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) keduanya sebagai pihak termohon informasi, adalah murni sengketa informasi bukan merupakan tindak pidana korupsi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Pendapat saya terkait dengan sengketa informasi di KIP seharusnya Kejaksaan menjaga jarak, karena itu adalah terkait masalah bisnis. Dan masalah bisnis bisa diselesaikan dengan hukum bisnis,” tutur Mudzakkir, Sabtu (23/9/2023).
Sebaliknya, Mudzakkir menyayangkan sikap Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung yang tiba-tiba akan melakukan proses penyelidikan dugaan korupsi PT. BGE setelah adanya sengketa informasi di KIP.
“Kalau ada sengketa bisnis jangan tiba-tiba digeser masalah pidana. Dan apabila masalah bisnis digeser menjadi pidana saya berpendapat tindakan Kejaksaan sudah melampaui kewenangannya, sehingga menyebabkan praktik penyelesaian perselisihan tidak sehat,” sesalnya.
Prof Mudzakkir mengatakan, Jaksa Agung merupakan penyidik yang bisa menggunakan kewenangannya untuk masalah korupsi. Akan tetapi Kejaksaan tidak mempunyai kewenangan untuk menggunakan sarana lain yang non korupsi.
“Sehingga urusan sengketa, urusan perdata dalam praktiknya menjadi korupsi. Karena hukum sengketa bisa diselesaikan dengan hukum sengketa dan bisa diselesaikan dengan cara perdamaian bukan dengan cara korupsi, itu tidak boleh,” tegas pria yang kerap tampil di persidangan sebagai ahli pidana.
Dan jika Jaksa, sambung Mudzakkir, berpihak pada pihak tertentu dengan mengkorupsikan seseorang atau lawan sengketa juga tidak dibenarkan. Oleh sebab itu ia berpendapat bahwa Jaksa Agung menghindari memasuki konflik sengketa perselisihan dan jangan menggunakan kekuasaannya untuk mendukung salah satu pihak sengketa informasi di KIP.
“Jadi Jaksa harus tahu diri bahwa kewenangannya adalah hukum pidana dan kewenangan satu-satunya penyidik hanyalah korupsi. Jadi tidak semuanya yang diketahui semuanya praktik hukum korupsi,” pungkas Prof Mudzakkir. (Sofyan)