BERITA JAKARTA – Bila kebijakan Pemerintah nyeleneh dalam hal ini dilakukan oleh oknum- oknum pejabat negara di Kementerian teknis yang terkait langsung dengan hajat hidup rakyat sehari- hari, seharusnya diselidiki atau ditelusuri Aparat Penegak Hukum (APH).
“Yang membingungkan itu, adalah banyak Lembaga atau Komisi Negara dibentuk, tapi makin banyak kasus tidak beres di Negara ini,” kata Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (Laksamana), Samuel F Silaen, Rabu (31/5/2023).
Seharusnya, sambung Silean, Lembaga atau Komisi dibentuk dengan tujuan dapat menyelesaikan berbagai pelanggaran yang terjadi ditengah masyarakat, namun sayangnya tidaklah demikian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Seperti layaknya tubuh over obesitas apa karena terlalu banyak ‘lemak’ yakni Lembaga atau Komisi sehingga menyebabkan terlalu kegemukan yang berakibat tidak sehat maka perlu diamputasi,” katanya.
Tujuan Lembaga atau Komisi dibentuk oleh Pemerintah dengan tujuan yang mulia. Tapi kenyataannya tidak seindah diatas kertas. Melihat kondisi yang terjadi dilapangan justru sebaliknya seperti saling sandera menyandera diantara pihak-pihak di Lembaga atau Komisi tersebut.
“Istilah yang berkembang dilapangan ‘jatah’ Freeman. Perlu diketahui Lembaga atau Komisi itu sudah menghabiskan anggaran keuangan Negara malah terlibat lagi meminta ‘jatah’ lagi, sungguh terlalu,” sindir Silaen.
Sepertinya mental dan akhlak bangsa ini sudah sangat rusak sekali. Disamping terjadi ‘pemerkosaan’ terhadap sumber daya alam Indonesia secara sadis. Semua aji mumpung, lalu apa lagi yang tersisa buat generasi yang akan datang jika sekarang dihabiskan.
“Bisa dibayangkan kedepan masa depan bangsa Indonesia ini seperti apa?. Jika semua sumber daya alamnya habis dirampok oleh orang-orang yang serakah dan egois. Apa jadinya masa depan anak cucu bangsa Indonesia ini,” ucap Silaen.
Tak dapat dibayangkan jika generasi penerus bangsa Indonesia ini akhirnya jadi ‘peminta- minta’ karena bangsanya yang sudah kere. Ada apa dengan semua Kementerian atau Lembaga dan Komisi yang begitu banyak.
“Justru dilakukan pembiaran sistematis secara sadar dan terencana, maka dapat diduga keras bahwa penegak hukum bangsa ini sudah rusak parah bukan lagi sekedar masuk angin,” ungkap Silaen.
Kekuasaan yang tumpang tindih sesama penegak hukum tersebut justru tidak lagi berpihak kepada kepentingan rakyat, tapi mengabdi kepada kepentingan kekuasaan politik oknum pejabat-pejabat. Banyak kebijakan Pemerintah yang menyengsarakan rakyat tidak direspon oleh penegak hukum.
“Tugas penegak hukum seharusnya memberikan rasa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Itulah tugas dan fungsi lembaga penegak hukum, KPK RI, Polri dan kejaksaan agung RI. Tapi sekarang malah sibuk urus dirinya sendiri,” tuturnya.
Tapi penegak hukum tersebut kompak diam seribu bahasa melihat penderitaan rakyat. Misalnya, kenaikan harga-harga bahan pokok masyarakat yang terdampak akibat adanya salah urus atau ikut ‘cawe- cawe’ perijinan yang dampaknya menghisap darah rakyat Indonesia.
“Akibat kebijakan Pemerintah yang dilakukan Kementerian teknis terkait kelangsungan kebutuhan hidup rakyat sehari-hari. Maka harga-harga bahan pangan menjadi tinggi. Siapa yang menikmati keuntungan atas tingginya harga- harga kebutuhan pokok rakyat tersebut?,” pungkas Silaen. (Indra)