BERITA JAKARTA – Kebanyakan aksi dilakukan sekelompok massa pada umumnya membela korban atau orang yang dinilai terzholimi. Berbeda dengan apa yang terjadi di depan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Selasa (9/5/2023).
Puluhan massa lengkap dengan mobil komando berorasi minta terdakwa penipuan, Natalia Rusli dibebaskan, karena oprasional lawyer fee adalah hak Advokat dan berantas penjahat penggelap pajak negara dan dan beberapa tuntutan lainnya.
Menanggapi hal tersebut, Kadiv Humas LQ Indonesia Law Firm, Bambang Hartono, SH, MH mengatakan, sekelompok massa aksi di depan PN Jakarta Barat, tidak memahami duduk persoalan yang menimpa Natalia Rusli.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ya, kita kurang tahu siapa yang menggerakan, tapi kasian orang-orang yang tergabung dalam kelompok aksi tersebut gagal paham atau memang disesatkan informasinya,” kata Bambang, Rabu (10/5/2023).
Diungkapkan Bambang, sejak kapan seorang Natalia Rusli menyandang status Advokat. Sementara ijazah Sarjana Hukum (SH)-nya tidak tercatat dipangkalan data Dikti bagian dari Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi.
“Natalia Rusli bukan Advokat. Ngak ngikuti perkembangan ya? bahwa surat pengangakatan yang bersangkutan Natalia Rusli sebagai Advokat sudah dicabut Pengadilan Tinggi Banten dan PERADIN,” ungkapnya.
Perlu dipahami, sambung Bambang, bahwa Natalia Rusli menjadi tersangka penipuan dan berlanjut menjadi terdakwa di PN Jakarta Barat itu ada korban pelapornya berkaitan dengan kasus investasi bodong KSP Indosurya.
“Yang bersangkutan mengiming-imingi korban sambil ngaggul bahwa sudah ada kesepakatan dengan pengacara KSP Indosurya sambil menunjukan fotonya bersama Juniver Girsang pengacara KSP Indosurya bahwa melalui terdakwa akan diganti kerugiannya,” tutur Bambang.
Dengan janji itu, lanjut Bambang, terdakwa Natalia Rusli langsung meminta lawyer fee didepan kalau ingin mendapatkan ganti rugi dari KSP Indosurya. Lalu, korban memenuhi dengan total lawyer fee Rp45 juta rupiah.
“Setelah menerima lawyer fee itu ponsel yang bersangkutan sudah tidak bisa dihubungi lagi. Begitu juga ketika didatangi kantornya selalu kosong hilang tanpa kabar. Lalu, pertanyaannya kalau sudah kejadiannya begitu apa?,” sindir Bambang.
Masih kata Bambang, bukan persoalan Rp45 jutanya yang mungkin sebagian orang berduit menilai itu kecil, tapi ketika hal tersebut menimpa orang yang dalam keadaan kesusahan karena korban penipuan investasi bodong tentu menyakitkan.
“Perasaan sakit itulah yang dialami korban pelapor Verawati Sanjaya. Sudah jatoh tertimpa tangga. Eh…minta keadilan malah ada sekelompok massa aksi minta terdakwa dibebaskan. Ya, mungkin kalau salah satu mereka atau keluarga mereka mengalami beda lagi,” imbuhnya.
Meski begitu, tambah Bambang, dirinya tidak merasa bingung karena sah-sah saja orang lagi membela diri dengan berbagai cara dan setrategi dengan memanfaatkan istilah demokrasi jaman now orang bebas berpendapat tanpa lebih dulu mendalami duduk persoalannya.
“Tujuannya biar diliput media dan itu sah-sah saja namanya orang tengah berusaha membela diri. Namun demikian masyarakat sekarang sudah cerdas bisa melihat fakta-fakta yang ada cukup banyak refeprensi di mbah gooogle kok,” pungkas Bambang. (Indra)