“Rekam Hitam Raja Sapta Oktohari, Jejak Politik Hingga Penipuan Skema Ponzi Rp7,5 Triliun”
BERITA JAKARTA – Raja Sapta Oktohari (RSO) dikenal sebagai salah satu anak dari Ketua Umum (Ketum) Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO), sempat menjabat sebagai Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) dan sekarang menjabat sebagai Ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI).
Posisi yang diperolehnya tak lepas dari nama besar dan kiprah ayahnya OSO dalam dunia politik. Raja Sapta Oktohari juga berteman dekat dengan Sandiaga Uno dan Eric Thohir, mereka bertiga dikenal sebagai generasi muda pemimpin bangsa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sayangnya, citra tersebut dirusak dengan adanya kasus Skema Ponzi PT. Mahkota Propertindo yang merugikan dengan nilai yang fantastis yakni, Rp7,5 Triliun dimana RSO secara aktif mengalang dana masyarakat dengan modus MTN (Medium Term Note) berbunga tinggi 8-10 persen per tahun.
Nyatanya, bukan hanya bunga, namun modal yang ditanam masyarakat sebagai nasabah investasi dengan harapan mendapatkan keuntungan yang dijanjikan RSO, tidak dikembalikan. RSO yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama (Dirut) Perseroan kemudian menjadi terlapor di Polda Metro Jaya (PMJ).
Namun, karena jabatan politik dan pengaruh kiprah orang tuanya OSO kasus hukum di Polda Metro Jaya pun mandek. Al-hasil, pemberitaan tentang penipuan Skema Ponzi senilai Rp7,5 Triliun berdampak besar dan membuat masyarakat mengetahui siapa sebenarnya sosok seorang RSO.
Dibalik rekam jejak politik, ternyata RSO adalah penjahat investasi bodong dan rekam hitam tersebut sampai ke telinga Presiden Joko Widodo (Jokowi), sehingga RSO kehilangan kesempatan menjadi seorang Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) belum lama ini.
“Karena Pak Presiden Jokowi tahu kebusukan RSO bukan hanya sebagai penjahat Skema Ponzi, tapi juga mengugat balik korban-korbannya. Kekejaman hatinya perlu diketahui oleh masyarakat. Sudah selayaknya bulan Juni 2023, Ketum KOI diganti dengan tokoh lain yang bersih,” tegas Kadiv Humas LQ Indonesia Law Firm, Bambang Hartono kepada awak media, Kamis (26/4/2023).
Ditilik dari sumber LQ Indonesia Law Firm ternyata, RSO berasosiasi dengan penjahat kerah putih lainnya. Hamdriyanto yang dikenal sebagai Direktur Utama (Dirut) OSO Sekuritas ternyata juga gagal bayar dalam kasus Kresna Sekuritas yang merupakan tangan kanan RSO dalam pengalangan investasi bodong.
Dalam kasus BSS, RSO diketahui juga berada di balik gagal bayar Rp6 Triliun yang kabarnya dijalankan oleh antek RSO yaitu Betty Halim, istri dari Victori Halim. RSO diketahui juga sebagai salah satu terlapor dalam kasus BSS.
“RSO disinyalir sebagai poros Skema Ponzi dan aliran penipuan uang investasi bodong, dari beberapa perusahaan afiliasi, jumlahnya puluhan Triliun. PPATK perlu menganalisa aliran dana penipuan ini diduga mengalir ke dana politik Hanura, karena waktu bersamaan. Jangan sampai Capres yang akan datang menang dari hasil kejahatan masyarakat,” kata Bambang.
LQ Indonesia Law Firm menghimbau agar pemerintahan berani bersikap tegas. Sudah benar, RSO tidak di pilih sebagai Menpora. Tidak layak seorang penjahat, penipu dan perampok uang masyarakat dijadikan pejabat negara. Besoknya bisa merampok uang negara. Copot dari jabatan Ketum KOI dan segera proses hukum RSO.
“Sudah saatnya pemerintahan berganti, rezim berganti sehingga penjahat bisa di proses hukum, adili seberat-beratnya. Masyarakat sudah muak dengan pejabat Partai dan kacung Partai yang bertindak sebagai boneka Partai. Indonesia butuh perubahan hukum, perubahan moral dan integritas, sehingga bisa menjadi negara maju,” pungkas Bambang. (Indra)