BERITA JAKARTA – Tepat di hari Kartini ini Ketua Umum (Ketum) DPP PDI Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri mengumumkan bakal calon Presiden 2024. Tentunya ini menguatkan sinyal-sinyal yang dilontarkan kader-kader PDIP selama ini.
Setelah sekian lama berpolemik dimedia massa soal dukung mendukung diantara elit PDIP, kini DPP PDIP sudah mengumumkan pilihannya yang jatuh kepada sosok Ganjar Pranowo Gubernur Jawa Tengah dua periode itu.
“Lewat pengumuman PDIP soal siapa Capres kini terjawab sudah oleh publik terlebih pendukungnya yang selama ini merasa ‘was- was’,” kata Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (Laksamana), Samuel F Silaen kepada Matafakta.com, Jumat (21/4/2023) di Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selama ini, lanjut Silaen, PDIP ditunggu-tunggu pihak lawan untuk segera mengumumkan Capresnya. Dengan demikian bisa mempersiapkan mapping-nya. Bagi yang akan berkoalisi tinggal bagaimana bentuk kerjasamanya atau koalisi dengan Partai politik mana, sebagai pendamping bakal calon Presiden Ganjar Pranowo di Pilpres 2024.
“Kemenangan juga bukan sesuatu yang mudah, seperti membalikkan telapak tangan, ini membutuhkan strategi jitu dan taktik yang akan dimainkan dilapangan. Bukan hanya teoritis yang bagus diatas kertas, namun tidak aplikatif. Semua harus bekerja keras untuk menyakinkan rakyat Indonesia sebagai basis pemilih,” papar Alumni Lemhanas Pemuda 2009 ini.
Dalam pandangan Silaen, jika tidak ada kesepakatan dengan Partai Gerindra maka akan muncul tiga pasang Capres yang akan bertanding di Pemilu Presiden 2024. Capres yang didukung Nasdem dan kawan-kawan, Capres yang didukung PDIP dan berikut Capres yang akan didukung oleh Gerindra dan kawan-kawan.
Jadi, tambah Silaen, Pilpres 2024 ini akan ‘panas’ jika tidak diatur dengan baik oleh penyelenggara Pemilu. Sebab kali ini, Pemilu serentak baru pertama kali dilaksanakan. Tentunya penuh dengan kerepotan yang luar biasa. Ini membutuhkan Sumber Daya Manusia atau SDM yang handal dan profesional untuk menjalankannya.
“Harapan rakyat Indonesia, semua pihak dapat menjaga keharmonisan diantara kubu- kubu pendukung. Sebab sudah menjadi jurisprudence yang kalah bisa bergabung dalam pemerintahan. Jadi jangan sampai yang berjuang ‘mati- matian’ justru tidak dapat apa-apa dan kubu lawan yang menjadi penikmat kekuasaan,” pungkas Silaen. (Indra)