BERITA JAKARTA – Sidang lanjutan terdakwa Peter Sidharta yang didakwa dengan pasal pemalsuan sampai pada agenda pledoi atau pembelaan atas tuntutan Jaksa Penuntun Umum (JPU), Selasa (27/7/2020) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara.
Kuasa Hukum terdakwa, Yayat Surya Purnadi memohon kepada Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Utara, pimpinan, Tumpanuli Marbun, agar membebaskan kliennya, Peter Sidharta dari segala tuntutan hukum.
“Klien kami, Peter Sidharta, tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana apa yang dituduhkan Jaksa melanggar Pasal 263 KUHP, karena kasus ini berkaitan dengan sewa-menyewa. Jadi Perkara ini, murni perdata,” kata Indra Kasiyanto Pasaribu yang didampingi, Yayat Surya Purnadi saat membacakan pembelaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam pembelaan, Yayat pun, dengan tegas membantah dakwaan dan tuntutan Jaksa, Astri. R dengan mengungkapkan semua keterangan saksi-saksi selama proses dipersidangan.
“Klien kami, seharusnya tidak bisa dituntut karena antara dua pihak terjadi ikatan sewa menyewa. Apa yang disebutkan Jaksa bahwa klien kami terbukti telah memalsukan surat keterangan sengketa atas tanah yang sebelumnya disewakan, Ali Sugiarto yang kemudian sudah menjadi SHGB atas nama klien kami, Peter Sidharta.
“Itu sama sekali, tidak berdasar atas dikabulkannya permohonan haknya atas obyek tanah tersebut, menjadi pemalsuan dan menurut Jaksa menjadi terbukti, karena surat keterangan tidak sengketa yang diajukan Peter Sidharta ke RW dan Lurah Penjaringan Suranta dicabut kembali oleh Suranta takkala dirinya bukan Lurah Penjaringan lagi,” tambahnya.
Menurut saksi ahli Tata Negara, Prof. Dr. Zainal Arifin Hoesein mengatakan, bahwa surat yang diterbitkan pejabat negara sah jika selama tidak ada yang mepersengketakannya. Jika surat itu disengketakan maka kewenangan ada pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), bukan pada pejabat yang menerbitkan surat.
Dalam surat tuntutan Jaksa, mengatakan, terdakwa Peter Sidharta telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melanggar Pasal 263 ayat (1) KUHP yaitu, membuat surat palsu atau memalsukan surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu. Oleh karenanya, dijatuhi hukuman 2 tahun penjara dan dipotong selama dalam tahanan.
“Karena dakwaan kami berbentuk alternatif, maka kami akan membuktikan dakwaan yang menurut kami mendekati fakta hukum, yaitu dakwaan kedua Pasal 263 ayat (1) KUHP dengan subyek hukum yang dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang dilakukan terdakwa membuat keterangan palsu ‘Tanah Tidak Dalam Sengketa” yang berlokasi di Jalan Bandengan Utara No.52 Blok A-5 Kelurahan Penjaningan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.
“Surat itu dipergunakan terdakwa sebagai persyaratan pengurusan sertifikat, sehingga terbitlah SHGB No.6308 Penjaringan atas nama Peter Sidharta,” ujar Jaksa Astri dalam surat tuntutannya.
Oleh karena itu, lanjut Astri, pelapor telah dirugikan senilai Rp14 miliar karena hak kepemilikan tanah telah berpindah menjadi atas nama Peter Sidharta. Setelah dua saksi mantan Lurah Penjaringan dan Ketua RW15 mencabut pernyataan “tanah tidak dalam sengketa”.
Sebelumnya, JPU Nopri dan Astri mendakwa terdakwa Peter Sidharta dengan dakwaan Pasal 167 KUHP (Pasal primer) memasuki halaman orang lain dengan paksa dan Pasal 263 ayat (1) KUHP (Pasal subsidair).
Yayat Purnadi dan Indra Kasyanto Pasaribu mengungkapkan, dalam persidangan kasus tersebut sebelumnya juga terungkap bahwa kepemilikan Egendom Verponding sudah gugur sejak tahun 1980 apa bila tidak dikonfersi ke sertifikat sejak diundangkannya Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang pokok-pokok Agraria, maka lahan itu dengan sendirinya menjadi tanah negara (bebas).
Selanjutnya, siapa yang menguasai lahan tersebut dalam kurun waktu tertentu disertai pembayaran pajak secara kontinyu menjadi lebih berhak mendapatkan hak kepemilikan lahan tersebut. Dalam kasus Piter Sidharta ini yang lebih berhak justru Piter Sidharta sendiri.
“Klien kami tidak melanjutkan membayar sewa gudang kepada ahli waris Ali Sugiarto, karena ahli waris Ali Sugiarto tidak punya dokumen kepemilikan yang sah. Hal itu terungkap pada saat Ahli Waris Ali Sugiarto hendak menjual tanah dan bangunan itu kepada Peter Sidharta,” jelasnya.
Dihadapan notaris ahli waris Ali Sugiarto tidak dapat memberikan dokumen yang diminta notaris, sehingga batal membuat Akte Jual beli. Maka sejak itulah, Perter Sidharta merasa telah salah orang dalam pembayar sewa selama itu.
Terkait foto copy Eigendom Verponding Nomor 5976 yang diakui menjadi alas kepemilikan yang dimiliki ahli waris Ali Sugiarto, adalah atas nama Tan Tjie Kin bukan atas nama Ali Sugiarto dan itu dikatakan saksi Endo Kurniawan dari Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional DKI Jakarta yang mengatakan, sudah gugur.
“Eigendom verponding sudah tidak berkekuatan hukum lagi sebagai alas hak dasar kepemilikan bidang tanah sejak tahun 1980 setelah sah diundangkan UU RI No.5 Tahun 1960 tentang pokok-pokok Agraria. Jika Eigendom Verponding tidak ditingkatkan ke Sertifikat maka dengan sendirinya Eigendom Verponding itu tidak berlaku lagi dan sejak itu pula status lahan menjadi status tanah negara,” ujar Yayat mengulas keterangan, Endo Kurniawan.
Oleh karena itu, ungkap Yayat, Sejak tahun 1980 status tanah di Bandengan Utara 52 A5 Penjaringan telah menjadi tanah negara.
Masih kaya Yayat, klien kami memperoleh SHGB Nomor: 3608 Penjaringan atas nama Peter Sidharta itu dari status tanah, Tanah Negara dan atau mengajukan permohonan hak dengan membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (PBHTB) sebesar Rp501 juta kepada negara.
“Artinya, SHGB itu terbit setelah permohonan hak alas tanah diajukan Piter Sidharta dari Tanah Negara menjadi atas namanya. Bukan dari photo copy Eigendom Verponding seperti yang di miliki saksi pelapor,” jelas Yayat lagi.
Menurutnya, saksi tidak memiliki alas dasar hukum yang kuat sebagai pelapor dalam kasus ini. Sebab status tanah itu adalah tanah negara. Dan saksi pelapor tidak memiliki surat-surat kepemilikan yang sah menurut hukum.
“Kita percaya dengan yakin bahwa hakim telah melihat fakta-fakta hukum yang sah sebagaimana bukti yang ditunjukan Jaksa. Masakan photo copy Eigendom Verponding yang sudah tidak berlaku mengalahkan sertifikat? Majelis tentunya, sudah sangatlah jelas melihat bukti yang kita ajukan,” pungkas Yayat Surya Purnadi. (Dewi)