BERITA JAKARTA – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumhan) tidak dapat menyalahkan wawancara Deddy Corbuzier dengan Siti Fadilah Supari pada Rabu 20 Mei 2020 lalu, dengan alasan tidak meminta izin terlebih dahulu untuk melakukan wawancara.
Hal itu, ditegaskan praktisi hukum Dolfie Rompas ketika dimintai komentarnya terkait polemik antara, Deddy Corbuzier dengan Kementerian Hukum dan HAM.
Seperti diketahui, Deddy Corbuzier telah melakukan wawancara secara ekslusif dengan Siti Fadilah Supari, mantan Menteri Kesehatan RI di era pemerintahan Presiden SBY.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Materi wawancara berkisar pada isu virus Corona atau Covid-19 yang disinyalir merupakan pandemi dengan melibatkan kepentingan kelompok tertentu. Video hasil wawancara tersebut kemudian diunggah di media virtual Youtube.
Video itu, akhirnya, menuai tanggapan keras dari Kemenkumham karena narasumber Deddy masih merupakan tahanan Rutan Pondok Bambu yang kebetulan saat wawancara itu sedang opname di RSPAD.
Kemenkumham beralasan, bahwa Deddy harus memiliki izin dari Kemenkumham untuk melakukan waawancara dengan Siti Fadilah yang masih berstatus tahanan.
Siti Fadilah Supari selama ini ditahan di Rutan Pondok Bambu, karena kasus dugaan korupsi yang oleh Siti Fadilah tidak pernah dapat dibuktikan.
“Pada saat itu, Deddy Corbuzier sedang menjalankan fungsi pers, dengan melakukan kegiatan jurnalistik dimana Deddy Corbuzier memiliki kemerdekaan yang dilindungi Undang-Undang sebagaimana diatur pada Pasal 28 UUD 1945,” kata Rompas, Jumat (29/5/2020).
“Merdeka dalam mengeluarkan pendapat dan pikiran. Deddy Corbuzier memiliki hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi,” sambung Rompas yang belasan tahun sebagai wartawan sebelum beralih profesi sebagai praktisi hukum atau pengacara.
Dikatakan Rompas, Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers, bahkan menegaskan bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis.
“Bahkan, dalam Pasal 4 ayat 1 berbunyi ‘Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara’ dan ayat 2, ‘Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran’,” sebut Rompas.
Menurutnya, apa yang dilakukan Deddy Corbuzier dalam mewawancarai seseorang, siapa pun itu dan dimanapun orang itu berada, tidak ada yang salah, karena mewawancarai seseorang tidak perlu meminta izin kepada pihak lain, selain kepada orang yang akan diwawancarai karena menyangkut hak asasi.
Undang-Undang Pers bahkan ditegaskan barang siapa yang secara melawan hukum menghalang-halangi, menghambat atau menghalangi kemerdekaan pers yaitu untuk mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi dapat dikenai pidana paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
“Seharusnya Kemenkumham tidak perlu mempermasalahkan kegiatan jurnalistik yang dilakukan Mas Deddy karena itu, sudah diatur dalam Undang – Undang tentang kemerdekaan Pers. Yang perlu dipermasalahkan adalah konten atau isi dari wawancaranya, apakah ada yang tidak sesuai fakta,” tegas Rompas.
Perlu diingatkan juga untuk bahwa kemerdekaan pers sangatlah penting. Kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan Bangsa. (Usan)