OC KALIGIS – DI media saya menyaksikan kasus Munir yang dikategorikan sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (Serius Crime against humanity). Munir dibunuh pada 7 September 2004.
Kasus Munir bagi saya adalah kasus pembunuhan biasa, hanya agar menjadi perhatian penegak hukum, kasus Munir diverpolitisir menjadi Kasus Kejahatan Kemanusiaan.
Sebagai seorang yang punya cukup pengalaman dalam kasus kasus pidana, saya mengikuti kasus Munir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Melalui tulisan ini bukan berarti saya berpihak kepada pihak yang tidak berusaha membuat kasus Munir menjadi terang benderang.
Kasus ini mulai dari penerbangan Munir, Singapura–Amsterdam. Konon gangguan perut yang dialami Munir setelah minum jus jeruk dalam perjalanan Singapura–Belanda, atau akibat makan?
Mudah-mudahan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengerti arti pembunuhan menurut KUHP dan genosida yang terbilang extraordinary crime atau crime against humanity.
Saya menyampaikan hal itu karena saya termasuk pembela Abilio Soares ex. Gubernur Timor Leste di Peradilan Ad Hoc HAM di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang akhirnya saya bebaskan ditingkat Peninjauan Kembali (PK).
Apakah pilot Pollycarpus Budihari Priyanto yang sama sekali tidak tahu menahu siapa penumpang di saat itu harus dipersalahkan?
Sampai disaat kematiannya, 17 Oktober 2020 karena Covid, Pollycarpus masih mempertanyakan mengapa dirinya yang dikorbankan.
Mungkin disaat kejadian pun, Pollycarpuspun baru mengetahui dan sadar karena namanya disudutkan oleh Media, sebagai pelaku pembunuhan.
Sebelum Pollycarpus di majukan ke Pengadilan, berita-berita media sudah sangat menyudutkan Pollycarpus. Bahkan berita tersebut menyatakan adanya pihak lain yang terlibat.
Gagal mengungkap siapa pihak lain tersebut, akhirnya vonis pengadilan dijatuhkan kepada Pollycarpus seorang diri.
Pollycarpus sama sekali tidak mengenal siapa Munir, apalagi dari pemeriksaan di pengadilan. Pollycarpus tidak pernah punya masalah dengan Munir yang tidak dikenalnya?
Kasus Pollycarpus bila diteliti dari sudut pembuktian, banyak menimbulkan pertanyaan. Kalau memang benar putusan Pengadilan bahwa yang membunuh Munir adalah Pollycarpus, lalu mengapa para pejuang HAM masih mempertanyakan pengusutan penyidikan terhadap Munir.
Dengan sikap tersebut, membuktikan bahwa mereka pun sangat meragukan keputusan Pengadilan yang mengvonis bersalah Pollycarpus.
Demikianlah sekilas uraian dan analisa hukum saya untuk kasus Munir. Semoga pejuang keadilan hak asasi manusia akhirnya dapat mengungkap pembunuh sebenarnya, dengan demikan perjuangan Pollycarpus membersihkan namanya, dapat tercapai. (***)
Oleh: Prof. Otto Cornelis Kaligis