BERITA JAKARTA – Ketua Pengurus LQ Indonesia Law Firm, Alvin Lim, SH, MSC, CFP, CLA berharap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo segera mengambil sikap banyaknya kekecewaan masyarakat terkait pelayanan atau kinerja Polri dalam menindaklanjuti laporan masyarakat. Jika tidak maka citra Polri akan terus merosot tajam.
“Pemberitaan negative tentang kinerja Polri di media hampir tidak berimbang, karena memang tidak ada gerakan atau tanggapan dari pihak Polri itu sendiri yang terkesan diam dan menutup diri,” kata Alvin kepada Matafakta.com, Senin (11/10/2021).
Hal tersebut, sambung Alvin juga dikeluhkan beberapa para awak media, karena sulit untuk mendapati tanggapan jika pemberitaannya terkait bobroknya kinerja atau adanya oknum polisi yang bermain perkara, termasuk bocornya rekaman dugaan pemerasan terhadap korban pelapor agar mendapatkan keadilan hukum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Banyak para awak media yang mengeluh karena mereka tidak dapat berita perimbangan atau tanggapan terkait pemberitaan yang mereka dapati dilapangan. Termasuk viralnya rekaman dugaan pemerasan oknum polisi Rp500 juta terkait SP3,” jelas Alvin.
Bukan hanya LQ Indonesia Law Firm yang angkat suara terkait kinerja kepolisian bahkan Menko Polhukam, Mahfud MD, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) ikut memberi komentar kekecewaan terhadap institusi Polri.
“Nyatanya tidak juga ada tanggapan. Semua yang berkomentar itu bukan benci dengan institusi Polri, tapi ingin institusi Polri ini diisi dengan orang-orang yang bersih dan benar-benar jadi pengayom dan pelindung masyarakat, bukan justru sebaliknya,” tegas Alvin.
Dikatakan Alvin, canangan Polri Presisi yang digaungkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menjadi sia-sia apabila Kapolri tidak mengawasi dan melakukan tindakkan tegas terhadap bawahannya yang melanggar dan merusak nama baik institusi Polri.
“LQ Indonesia Law Firm sendiri mengalami saat viralnya rekaman video dugaan pemerasan oknum polisi Rp500 juta untuk mendapatkan SP3 dalam kasus investasi bodong yang sudah mencapai kesepakatan restorative justice alias damai dengan terlapor yang mengembalikan kerugian korban,” ungkap Alvin.
Dalam kasus itu tambah Alvin, lucu bercampur dilema bagi para korban investasi bodong, karena dilanjutkan laporan juga tidak berjalan ketika terjadi atau tercapainya kesempatakan damai (restorative justice) oknum polisi malah meminta sejumlah uang untuk mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
“Luas biasakan. Ditungguin perkembangan laporan tidak berjalan, tapi ketika terjadi perdamaian atau kesepakatan pengembalian kerugian malah dikunci dengan SP3, sehingga kasian masyarakat korban tidak menemukan perlindungan hukum atas haknya,” pungkas Alvin. (Sofyan)