BERITA BEKASI – Tim Kuasa Hukum Doktor (C) Mohammad Amin Fauzi, SH, M.Si, pastikan bahwa pihaknya terus melanjutkan pelaporannya di Polda Metro Jaya (PMJ) dan menutup akses mediasi jika diminta oleh terlapor.
Hal tersebut, diungkapkan Suranto salah satu Tim Kuasa Hukum, Mohammad Amin Fauzi, menyusul merebaknya issue yang mengatakan pihaknya telah mencabut laporan dugaan tindak pidana pencemaran nama baik dan fitnah yang dialami kliennya.
“Kalo ada issue bahwa laporan pidana itu sudah dicabut jelas pembohongan public alias hoaks, karena laporan pidana pencemaran nama baik sampai sekarang tetap masih berjalan,” tegasnya kepada Matafakta.com, Minggu (2/1/2022).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Laporan pidana itu, kata Suranto, dilaporkan pada 24 Desember 2021 terkait Pasal 311 KUHP, tentang pencemaran nama baik atau fitnah terhadap kliennya yang tidak pernah tahu tetang adanya gratifikasi dan jual beli jabatan dilingkungan Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Bekasi, Jawa Barat.
“Tuduhan keji itu, diunggah melalui konten, menulis nama lengkap di spanduk dan atau baliho saat gelar aksi di Gedung KPK. Selanjutnya, kami akan menempuh langkah hukum – hukum yang lain baik secara Perdata maupun Pidana lainnya,” tegas Suranto lagi.
Diungkapkan Suranto, bahwa laporan pidana bernomor: LP/B/6491/IX/2021/SPKT/Polda Metro Jaya itu kini sudah dilimpahkan ke Polres Metro Jakarta Selatan agar Presedium Kabupaten Bekasi Utara (PKBU) diproses secara hukum dengan bukti – bukti yang ada.
“Kami juga akan melakukan somasi terhadap beberapa media dan khususnya untuk audiensi meminta keterangan dari Dewan Pers terkait UU ITE Pasal 27 ayat (3) yang sudah ikut mencemarkan nama baik klien kami Mohammad Amin Fauzi,” paparnya.
Kembali Suranto menegaskan selaku Tim Kuasa Hukum Mohammad Amin Fauzi menyatakan sikap secara tegas bahwa kasus pidana ini tidak ada toleransi maupun kebijakan, termasuk mediasi, karena tuduhannya sudah sangat jelas merusak nama baik orang lain.
“Intinya proses hukum ini harus tetap berjalan sesuai dengan aturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku dan tidak ada toleransi ataupun mediasi. Harus proses hukum,” pungkas Suranto. (Hasrul/Mul)