BERITA JATENG – Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) di Lampung, 23-25 Desember 2021 mendatang diharapkan tidak sekadar menjadi perhelatan akbar dalam prosesi Pemilihan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), tapi juga menjadi evaluasi kerja-kerja organisasi hingga penertiban periodisasi Ketua Badan Otonom (Banom).
“Terlebih hal itu sudah terjadi dan tidak bisa dibiarkan lepas begitu saja, karena bisa menjadi hal yang sangat tidak baik bagi organisasi sebesar NU,” kata KH. Maulana Ahmad Hasan atau biasa disapa Gus Hasan Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Falah Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu (27/10/2021).
Kiai yang juga Wakil Katib Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Banyumas itu mencontohkan Muslimat NU yang sudah lebih dari 20 tahun atau 4 periode (2000-2021) di Ketuai Khofifah Indar Parawansa. Bahkan, gubernur Jawa Timur itu naga-naganya ingin terpilih lagi untuk periode kelima pada Kongres ke-18 yang dijadwalkan November 2021.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Sebenarnya di dalam AD ART NU itu tertulis bahwa tentang masa jabatan Ketua Banom itu maksimal dua kali periode, kecuali Banom yang berbasis usia itu malah bisa hanya satu periode, seperti IPNU, IPPNU itu,” jelas Gus Hasan.
“Jadi Muslimat ini pun perlu ditata yang baik. Marwah PBNU harus bisa mengendalikan dalam artian menertibkan organisasi, baik kinerja-kinerja maupun ketertiban terhadap disiplin mematuhi amanah AD ART NU,” sambung Gus Hasan menegaskan.
Mantan Ketua PCNU Banyumas itu meminta kader lain juga diberi kesempatan untuk mengabdi dan berhikmah, sekaligus agar ada regenerasi di tubuh Banom. Yakinlah bahwa di Muslimat di Ansor di Banom-Banom itu, banyak kader yang siap melanjutkan tonggak estafet untuk mengabdi dan berhikmah kepada bangsa dan umat.
“Jadi nanti tidak stagnan. Banyangkan saja, kalau organisasi sudah dikendalikan sampai 4 periode itu sudah kayak bukan milik orang banyak, tapi seperti milik sendiri. Asumsi yang muncul, tentu akan banyak varian dalamnya, termasuk asumsi bahwa organisasi tersebut dipakai untuk untuk kepentingan tertentu,” imbuh Gus Hasan.
“Kalau saya harus ngomong untuk kepentingan ini itu kan enggak etis. Apapun, jejak digital kan tetap tidak akan bisa dihilangkan begitu saja. Lagi pula, semangat Indonesia adalah semangat reformasi yang membatasi jabatan selama dua periode. Bukan untuk menang dan kalah, tapi untuk kemaslahatan kinerja dan regenerasi,” ungkap Gus Hasan.
“Karena pada setiap masanya, generasi itu butuh pimpinan, dan memberikan kesempatan generasinya untuk memimpin pada setiap masanya,” tandas jajaran Ketua Lembaga Takmir Masjid Nahdlatul Ulama (LTMNU) PBNU itu.
Tak hanya dari Jawa Tengah, sebelumnya desakan agar terjadi regenerasi di pucuk pimpinan Muslimat NU juga terlontar dari Jawa Timur, Pengasuh Ponpes Metal Muslim Al Hidayah Pasuruan, KH. Nur Kholis Al Maulani alias Gus Nur Kholis.
“Muslimat butuh regenerasi. Regenerasi itu sangat penting di segala lini. Di Fatayat, Muslimat, terutama juga di NU-nya. Dari deretan Ketua Umum Banom NU, Khofifah memang paling lama menjadi Ketua Umum Muslimat NU, hingga lebih dari 20 tahun,” pungkas Gus Nur Kholis. (Indra)