BERITA KEPRI – Senator Kepulauan Riau, Dr. Richard Hamonangan Pasaribu meminta BP Batam terus melakukan reformasi di bidang pelayanan publik, dengan cara penyederhanaan regulasi. Hal tersebut disampaikannya setelah menerima aspirasi masyarakat terkait lambatnya pengurusan Surat Keputusan Pengalokasian Lahan (SKPL) dan Surat Perjanjian Pengalokasian Lahan (SPPL) di Badan Pengusahaan (BP) Batam.
“Saya sudah bertemu dengan kalangan notaris dan pengusaha property mereka mengeluhkan lambatnya pengurusan SKPL dan SPPL di BP Batam. Mereka menyampaikan bahwa SOP pengurusan SKPL dan SPPL belum terukur. Ada yang mengaku sudah mengurus sejak dua tahun lalu. Namun hingga kini, kedua surat izin tersebut belum juga rampung,” kata Richard, Rabu (30/9/2020).
Richard Pasaribu berharap BP Batam responsif terhadap keluhan ini, karena masyarakat jadi terkendala dalam berusaha dan sejumlah proyek properti jadi tersendat. Padahal, masyarakat mengaku sudah melunasi Uang Wajib Tahunan Otorita atau UWTO.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Harus ada SOP yang terukur terkait lama waktu proses pengurusan dokumen-dokumen tersebut, sehingga kinerja BP Batam bisa menjadi lebih terukur. Celah hukum untuk memangkas birokrasi pengurusan SKPL dan SPPL harus dipikirkan, seperti misalnya, klausul-klausul yang ada di dalam SKPL dan SPPL disatukan saja dalam faktur UWTO,” jelasnya.
Supaya dokumen, sambung Richard, lebih representatif, ketiga dokumen tersebut disatukan dalam satu lembar F-4 150 gram bolak-balik yang isinya sudah memenuhi substansi pelunasan UWTO dan rangkuman konsideran SKPL dan SPPL. Bila dokumen tersebut sudah distempel lunas oleh pihak bank, maka pihak pemilik lahan sudah dapat langsung mengurus sertifikat ke BPN.
“Ini sangat selaras dengan visi ke-4 pemerintah saat ini, yaitu reformasi birokrasi yang cepat, anti status-quo, dan inovatif,” pinta Richard
Selain itu, Richard menambah kan perlunya melibatkan pihak-pihak terkait seperti akademisi, pengguna jasa mulai proses awal kegiatan penyusunan SOP untuk masing-masing layanan di BP Batam.
“Pihak terkait seperti akademisi dan pengguna jasa harus dilibatkan dari mulai proses awal kegiatan penyusunan SOP, jangan sampai SOP nya sudah jadi, baru kemudian pihak terkait diundang diskusi, jadinya terkesan sekedar formalitas saja,” jelas Richard.
Sementara itu, di hilir proses pengurusan dokumen terkait lahan, Richard Pasaribu mengapresiasi kinerja BPN yang sudah menetapkan SOP yang terukur dari setiap tahapan proses pengurusan dokumen di BPN. Misalnya, dokumen pertimbangan teknis pertanahan, apabila dalam 10 hari belum diproses, maka dianggap telah menyetujui pertimbangan teknis pertanahan atas permohonan pelaku usaha.
“Kita seharusnya serius dalam mengawasi pelaksanaan reformasi birokrasi ini, dan saya perhatikan sampai ke hilir. Saya perhatikan di BPN reformasi SOP-nya sudah terukur. Seperti misalnya, dokumen pertimbangan teknis pertanahan, apabila dalam 10 hari belum diproses, maka dianggap telah disetujui pertimbangan teknis pertanahan atas permohonan pelaku usaha,” pungkas Richard. (Denny)