BERITA JAKARTA – Sidang kasus pidana rangkaian kejahatan yang diduga dilakukan oknum biksuni atau biksu perempuan dan keluarganya kepada mantan menantunya kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Selasa (2/4/2024).
Rangkaian kejahatan itu, menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 KUHP yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Syofia Marlianti T.
Sepanjang proses persidangan, Ketua Majelis Hakim, Syofia Marlianti T, memperlihatkan sikap ‘games’ kepada para pihak yang dihadirkan di muka persidangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sidang kali ini, mengagendakan pemeriksaan saksi pelapor, Katarina Bonggo Warsito. Katarina Bonggo Warsito sudah hadir sejak pagi bersama Kuasa Hukumnya.
Sementara yang duduk sebagai terdakwa, Aky Jauwan, Ernic Jauwan yang masih tinggal di Australia dan terdakwa Eva yang merupakan biksuni Vihara Dharma Suci, Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta.
Katarina BW sebagai saksi pelapor dihadirkan ke muka persidangan. Sepanjang persidangan, Ketua Majelis Hakim, Sofya Marlianti T, sudah langsung ngegas lantaran geram, karena saksi sering menjawab pertanyaan Majelis Hakim dengan tidak fokus.
“Tolong fokus jawab pertanyaan dan tolong ya saya peringatkan, sidang ini dipimpin Majelis Hakim, jadi kami tidak bisa diintervensi dan suruh-suruh membuat penilaian persidangan, karena memang itu tugas kami,” tutur Sofya kepada para peserta sidang.
Saksi pelapor, Katarina BW yang hadir mengenakan kemeja putih menjawab semua pertanyaan Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) maupun Tim Kuasa Hukum para terdakwa.
Sepanjang persidangan, Ketua Majelis Hakim, Sofya Marlianti T selalu gemes dan sering memperingatkan serta sering mengambil alih penjelasan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan.
Ditengah proses persidangan, kembali Jaksa meminta waktu karena ada salah satu anggota Jaksa yang baru tiba dan hendak bergabung. Hal ini juga membuat Ketua Majelis Hakim, Sofya kembali gemas.
Demikian pula, ketika para anggota Tim Kuasa Hukum para terdakwa yang diberi kesempatan untuk bertanya kepada Katarina BW. Sofya kembali menyela, agar para Kuasa Hukum fokus bertanya pada inti dan atau pokok perkara.
“Jangan berbelit-belit. Saksi pelapor tetap pada keterangannya. Eva fokus saja pada apa yang mau ditanyakan, kalau jawaban nanti kalian bisa bikin dijawaban kalian saja,” tutur Sofya.
Perkara ini adalah terkait adanya dugaan pemalsuan dokumen dan keterangan atas pernikahan Katarina BW dengan Alexander Muwirto yang merupakan anak kandung dari Aky Jauwan dan saudara laki-laki kandung dari terdakwa Ernic Jauwan dan Biksuni Eva.
Kemudian, dari pemalsuan-pemalsuan tersebut, pihak terdakwa diduga hendak menguasai harta gono gini Katarina BW, sebagai pewaris dalam pernikahan mereka yang sah dengan Alexander Muwirto.
Katarina BW menikah dengan Alexander Muwirto secaga agama Buddha. Kemudian, mereka bercerai ketika Alexander Muwirto masih terus diduga melakukan kejahatan-kejahatan bersama para terdakwa lainnya.
Alexander Muwirto sudah meninggal dunia, beberapa tahun setelah perceraiannya dengan Katarina BW.
Kuasa Hukum Katarina Bonggo Warsito
Kuasa Hukum Katarina BW, Pilipus Tarigan menyampaikan, Katarina BW melaporkan para terdakwa atas adanya pembuatan akta yang dipalsukan terkait perkawinan Katarina BW dengan Alexander Muwirto.
Juga adanya upaya pemalsuan itu, dilakukan biksuni Eva, Ernic Jauwan dan Aky Jauwan, yang merupakan mantan mertua dan adik ipar Katarina BW dengan tujuan untuk mengambilalih dan menguasai hak waris dan mawaris serta harta gono gini yang seharusnya menjadi hak Katarina BW.
“Ada surat pernah menikah dipalsukan agar harta warisannya berubah. Para terdakwa pasti tahu persislah bahwa saksi pelapor menikah dengan sah dan juga memiliki harta gono gini yang harusnya menjadi hak Katarina BW,” tutur Tarigan kepada wartawan di PN Jakarta Utara.
“Ketidakjujuran para terdakwa itulah yang menjadi alasan pelaporan dilakukan Katarina BW kepada para terdakwa. Sehingga tindakan para terdakwa yang membuat akta dan surat-surat yang dimanipulasi itu sudah menjadi bukti kuat kok,” jelas Tarigan.
Peran Biksuni Eva Dalam Kasus Katarina Bonggo Warsito
Sedangkan terkait peran biksuni Eva, lanjutnya, bahwa Eva ditahbiskan sebagai biksuni pada tahun 2016 di Vihara Dharma Suci Pantai Indah Kapuk. Namun pada faktanya, Eva masih aktif mengurusi harta gono gini dan hendak menguasai hak-hak Katarina BW.
“Hal itu, dapat dibuktikan dengan dokumen tertanggal 7 Maret 2018. Bagaimana mungkin, sudah jadi biksuni 2016, tapi masih turut cawe-cawe dalam urusan gono gini saudaranya hingga 2018,” sindir Tarigan.
Menurut Tarigan, kliennya tadinya hendak meminta haknya yakni berupa toko dan hasil-hasil usaha yang ditaksir sudah bernilai Rp35 Miliar.
Namun, kata Tarigan, Katarina BW masih berperasaan kepada mantan keluarganya itu, sehingga meminta setengah saja, yakni ruko ditambah dengan setengah dari hasil usaha toko, sekitar Rp17 miliar.
“Klien kami bukan orang yang ngotot-ngotot loh. Dia cuma minta setengah saja dari haknya. Bukan mau semuanya. Tapi ya pihak terdakwa malah memalsukan akta dan dokumen-dokumen,” ungkap Tarigan.
Penelusuran Wartawan Terkait Biksuni Eva
Dari penelusuran wartawan, biksuni Eva, menjadi rohaniawan disalah satu Vihara di Pantai Indah Kapuk, Jakarta. Namun, dalam data Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama RI, E yang memiliki Kartu Rohaniawan dengan Nomor Registrasi : 119719781230202005 tahun 2021 terdapat keanehan.
Pasalnya, tidak ada foto diri rohaniawan di kartunya dan Dirjen yang menandatangani adalah Dirjen 2022. Waktu dikonfirmasi, disebutkan bahwa program sedang eror.
“Para tersangka, termasuk biksuni E tidak pernah dilakukan penahanan. Status terakhir hanya Tahanan Kota yang artinya masih bebas saja berkeliaran dan tidak dilakukan proses hukum semestinya,” tutur Katarina BW.
Katarina BW menjelaskan, awalnya, dirinya menikah dengan Alexander Muwirto pada tahun 2008 silam. Mereka menikah secara agama Budha. Alexander memiliki orang tua bernama Aky Jauwan dan berdomisili Jakarta Utara.
Selain AM, AJ masih memiliki dua anak perempuan lagi, yakni EJ (Ernie Jauwan) yang tinggal di Australia, dan E (Eva) yang merupakan biksuni di Vihara di daerah PIK, Jakarta Utara.
Nasib kurang beruntung dialami Katarina BW dan suaminya AM. Keluarga baru itu tidak dikaruniai keturunan, malah AM terus-terusan terlibat pada dugaan penggunaan judi dan narkoba.
“Akhirnya, kami bercerai pada sekitar 2 tahun berikutnya, tanpa membicarakan gono gini,” ujarnya.
Setelah perceraian, korban pergi ke luar negeri untuk menenangkan diri selama 1 tahun lebih. Dan kembali ke Jakarta, setelah AM kembali berulah dengan membawa kabur cek kontan.
Dalam perjalanan tersebut tahun 2016, Ibu mertua yakni Ibunya AM meninggal dunia. 8 bulan kemudian AM pun ikut meninggal dunia yang katanya jatuh di kamar mandi.
Setelah meninggal, mulailah permainan dari keluarga Almarhum AM untuk mengambil alih semua harta dengan cara memalsukan KTP dan membuat akta keterangan hak mewaris dan akta pernyataan waris yang menyebutkan AM tidak pernah terikat perkawinan yang sah seumur hidupnya.
Dikarenakan selalu dipersulit dan bahkan dituduh melakukan pernikahan yang tidak sah, maupun berbagai dugaan pemalsuan yang sengaja dilakukan untuk menjegal Katarina BW, akhirnya Katarina pun membawa persoalan ini ke proses hukum dengan membuat laporan ke Polda Metro Jaya pada 28 Mei 2021.
Nah, sejak saat itu, menurut Katarina BW, pihak keluarga mertuanya, yakni AJ, EJ yang tinggal di Australia dan E yang merupakan biksuni di Vihara PIK, terus-terusan melakukan upaya dugaan mafia hukum, agar kasus yang dilaporkan korban itu tidak diproses.
“Buktinya, dari mulai proses Lid, Dik, hingga P-21, sangat lama dan bertele-tele,” pungkas Katarina BW kecewa. (Sofyan)