BERITA BANTEN – Upaya Hendrik Kadarusman memperjuangkan hak atas kepemilikan tanahnya di Rempoa, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Provinsi Banten seluas 12.650 meter terus dilakukan, Selasa (29/11/2023).
Hendrik Kadarusman yang juga Pemilik PT. Hana Kreasi Persada (HKP), sudah 15 tahun lamanya merasa kecewa dan sakit hati lantaran status dan peruntukan tanahnya telah diubah secara sepihak dari permukiman menjadi situ (danau), sehingga tidak bisa mengelola aset tanah miliknya tersebut.
Perubahan peruntukan tanah Hendrik Kadarusman terjadi dimasa kepemimpinan Airin Rachmi Diany saat menjadi Walikota Tangerang Selatan ditahun 2011 silam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Hendrik, dirinya tidak tahu menahu status dan peruntukan tanahnya yang semula permukiman diubah menjadi situ.
Untuk mendapatkan kejelasan atas status tanahnya, Hendrik Kadarusman yang menggandeng LQ Indonesia Law Firm menyambangi Pj Gubernur Banten di Kantor Gubernur Banten.
Sebelumnya, PT. HKP lewat perwakilan serta Tim Kuasa Hukum dari LQ Indonesia Law Firm sudah mendatangi kantor Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang Selatan, akan tetapi mereka tidak mendapatkan hasil apa-apa, sehingga mereka kemudian mendatangi Kantor Gubernur Banten.
“Saya datang kesini ingin memastikan bagaimana status tanah saya yang sertifikat SHGB, bagaimana statusnya. Karena saya merasa hak tanah saya dialihfungsikan oleh Pemkot Tangerang Selatan secara sepihak dari semula permukiman menjadi situ tanpa alasan dan dasar hukum yang kuat,” kata . Hendrik.
Hendrik mengaku jika dirinya sudah menjadi korban selama 15 tahun oleh sikap dan tindakan Pemkot Tangsel yang semena-mena.
“Bagaimana ini. Hai, Kota Tangerang Selatan, apa dosa saya sehingga saya dianiaya begini. Bagaimana ini Bapak Benyamin Davni saya sudah dirugikan selama 15 tahun, karena tanah saya tidak bisa dimanfaatkan sebagaimana mestinya,” ungkap Hendrik.
“Tidak bisa dibangun tidak bisa diapa-apain. Kota Tangerang Selatan yang ingin menjadikan Situ ternyata tanah saya tidak jadi apa-apa. Kerugian saya sudah banyak selama 15 tahun. Kerugian emosi juga. Tanahnya tidak bisa diapa-apain,” tambahnya kecewa.
Hendrik mengaku sudah mengantongi banyak bukti bahwa tanah miliknya berstatus permukiman, bukan Situ yang harus dikembalikan status atau peruntukannya menjadi permukiman kembali.
“Saya sudah punya izin-izin yang diterbitkan Kabupaten Tangerang tahun 2011 sampai 2012. Sudah ada izin penataan ruang, sudah ada site plan, sudah ada IMB pagar. Bagaimana tanah itu bisa dikatakan Situ? Di lokasi tanah saya itu pun tidak ada air sedikit pun,” tegasnya.
Dikatakan Hendrik, apa bukti Pemkot Tangerang Selatan. Ada tidak? Apa dasar hukumnya? sehingga tanahnya peruntukannya dirubah, dari semula untuk Permukiman menjadi Situ.
“Saya punya Sertifikat Hak Guna Bangunan atau SHGB yang masih berlaku. Ini baru bukti ke satu bahwa tanah saya bersertifikat hak guna bangunan, artinya hak untuk membangun. Itu bukan Situ. Saya juga selalu membayar PBB sampai saat ini,” jelasnya.
Pihak RT dan RW, lanjut Hendrik, Kabupaten Tangerang juga menyebut bahwa tanahnya bukan Situ. Ini untuk permukiman peruntukannya jelas. Jadi saat menjadi Kabupaten Tangerang, tanahnya peruntukannya adalah permukiman.
“Semua perizinan sudah diterbitkan termasuk IMB pagar. Berarti tanah saya bukan Situ. Perizinan-perizinan ini diterbitkan oleh Kabupaten Tangerang. Ada juga bukti SK Pengadilan yang menyatakan bahwa tanah saya bukan Situ. Ada SK Gubernur Banten tahun 2016 yang telah menghapus Situ dari daftar aset,” ulasnya.
LQ Indonesia Law Firm Berteriak Dahulu, Baru Surat Permohonan Audiensi Direspons
Kuasa Hukum PT. HKP, La Ode Surya Alirman SH dari LQ Indonesia Law Firm mengaku kecewa dengan sikap dan tindakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten. Kekecewaan itu lantaran surat mereka untuk beraudiensi yang sudah dikirim sebanyak 3 kali, tak satu pun mendapatkan tanggapan.
Kekecewaan itu kemudian ditumpahkan La Ode Surya ketika mendatangi Kantor Gubernur Banten kemarin. Di depan Sekretariat Pemprov Banten, ia melontarkan kekecewaannya dengan nada tinggi dan lantang.
Alhasil, karena suara La Ode lantang dan keras, Tim Biro Hukum Pemprov Banten akhirnya menemui La Ode Surya yang didampingi dua orang rekannya dari LQ Indonesia Law Firm.
Setelah itu, Hendrik Kadarusman bersama staf serta Tim Kuasa Hukumnya dari LQ Indonesia Law Firm mendapatkan kesempatan untuk beraudiensi selama kurang lebih satu jam.
Hasil Audiensi dengan Tim Biro Hukum Pemprov Banten
Dipimpin Hadi Prawoto dari Tim Biro Hukum Pemprov Banten, audiensi berjalan penuh kehangatan dan keakraban.
Beberapa persoalan yang dialami Hendrik Kadarusman disampaikan secara bergantian. Termasuk soal status tanah miliknya yang belakangan diubah menjadi Situ bernama Situ Kayu Antap.
Terkait nama Situ Kayu Antap, Tim Biro Hukum Pemprov Banten menegaskan jika pihaknya tidak mencantumkan nama Situ Kayu Antap ke dalam Perda Pemprov Banten. Artinya terdapat perbedaan antara Perda yang dikeluarkan Pemprov Banten dengan Perda dari Pemkot Tangsel.
“Jadi memang ketika ini dipertanyakan ke kami, kami juga tidak mencatat Situ itu ada di Perda 1 Pemprov Banten. Jadi ketika bapak mempertanyakan itu, memang tidak ada di Perda,” ujar salah satu Anggota dari Tim Biro Hukum Pemprov Banten.
Hadi Prawoto menjelaskan, bahwa untuk mencari jalan keluar atas status tanah milik Hendrik Kadarusman, pihaknya akan memanggil sejumlah pihak untuk membahas persoalan ini. Dia pun meminta waktu untuk mengumpulkan pihak-pihak yang terlibat dalam persoalan ini.
“Kami akan mengumpulkan pihak-pihak yang terlibat dalam persoalan ini. Jadi nanti kami akan mengabarkan kembali kapan kita bisa membahas masalah ini,” pungkas Hadi memberi secercah harapan bagi Hendrik Kadarusman. (Indra)