BERITA JAKARTA – Hampir seluruh media 2 hari belakangan dipenuhi dengan pemberitaan terkait dengan Pengesahan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Berita tentang kontra masyarakat terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja ini mendominasi. Hal tersebut dikatakan politisi senior PDI Perjuangan (PDIP), Dr. M. Kapitra Ampera, SH, MH.
“Apa yang sesungguhnya dipermasalahkan pada pengesahan undang-undang ini menjadi patut dan penting untuk dibahas, agar membuka pemikiran yang seluas-luasnya dalam menilai, apakah UU yang disahkan oleh Pemerintah bersama DPR ini benar-benar bertujuan untuk kepentingan dan kemajuan negara,” katanya kepada Matafakta.com, Kamis (8/10/2020).
Dikatakan Kapitra, UU Omnibus Law Cipta Kerja ini bertujuan untuk memperbaiki tumpang tindihnya regulasi yang menghambat Investasi dengan cara penyederhanaan sistem birokrasi dan perizinan, mempermudah perizinan UMKM dan Koperasi, sehingga membuka lapangan kerja yang lebih luas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Setelah disahkan menjadi UU, dari 79 perubahan UU yang termuat dalam UU Tentang Cipta Kerja, banyak hoax yang muncul dengan opini-opini yang berkaitan dengan Isu Ketenagakerjaan,” jelasnya.
Sekelompok orang atau oknum tertentu diduga telah melakukan propaganda dan menebarkan fitnah dengan memanipulasi pasal-pasal yang ada dalam UU Cipta Kerja tersebut, sehingga menstimulisasi emosi para buruh serta mahasiswa untuk turun ke jalan melakukan mogok kerja dan demonstrasi.
Beberapa hoax yang ditebarkan ke masyarakat antara lain:
Pesangon Dihilangkan
Faktanya Pemberian Pesangon apabila terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tetap diatur secara detail, hak-hak yang didapatkan oleh Tenaga Kerja dalam Pasal 156 perubahan UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Ketentuan dalam UU ini bahkan ditambah, dengan memberikan uang kompensasi kepada pekerja yang telah habis waktu perjanjian kerjanya atau telah selesai suatu pekerjaan. Ketentuan sebelumnya, tidak memberikan hak tersebut setelah pekerja habis kontrak.
Mempermudah masuknya tenaga kerja asing
Jika dibaca dengan seksama, ketentuan tentang Tenaga Kerja Asing dalam UU Cipta Kerja hanya mengefisiensi ketentuan yang sebelumnya dimuat dalam 7 pasal, kemudian dipadatkan ke dalam 4 pasal. Tidak ada substansi aturan tenaga kerja asing yang dihilangkan, sehingga mempermudah masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia. Masuknya tenaga kerja asing tetap disertai dengan Rencana Penggunaan TKA, tidak boleh jabatan perseorangan dan personalia.
Hak Cuti Hilang
Isu yang sangat provokatif, karena kenyataannya UU Cipta Kerja tetap memberikan waktu istirahat dan cuti sebagaimana UU sebelumnya. Perbedaan dalam UU Cipta Kerja ini adalah, menetapkan ketentuan Istirahat panjang ke peraturan perusahaan, perjanjian kerja dan perjanjian kerja bersama.
Oleh karena, dalam UU tentang Ketenagakerjaan, ketentuan ini tidak pasti dan multitafsir disatu sisi memberikan ketentuan istirahat panjang disisi lain menyerahkan pada ketentuan perusahaan. Sehingga Undang-undang Cipta Kerja memberikan Kepastian Hukum baik kepada Pelaku Usaha maupun kepada Tenaga Kerja.
Hoax selanjutnya, disebutkan bahwa Hak Cuti serta Upah pada saat cuti haid dan melahirkan dihilangkan, sehingga merugikan tenaga kerja perempuan. Faktnya peraturan tersebut, termuat dalam Pasal 81, Pasal 82 jo Pasal 84 Jo Pasal 93 UU Tentang Ketenagakerjaan yang tidak diubah ataupun dihapus dalam UU Cipta Kerja.
Pekerja yang meninggal, ahli warisnya tidak dapat pesangon.
Pasal 61 ayat 5 UU Tentang Cipta Kerja tetap mengatur pemberian tidak hanya pesangon namun juga hak-hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, peraturan perusahaan maupun perjanjian kerja.
Status karyawan tetap ditiadakan.
Tidak ada ketentuan pasal UU Cipta Kerja yang mengatur hal demikian atau menghapus ketentuan status karyawan tetap. Jika hal ini dinilai dari dihapusnya ketentuan Pasal 59 ayat 4 UU Ketenagakerjaan yang mengatur jangka waktu PKWT selama 2 tahun dan diperpanjang 1 tahun, maka hal demikian dapat dijelaskan.
Ketentuan ayat 1, telah mengatur syarat PKWT untuk pekerjaan yang selesai dalam waktu tertentu. Artinya, pekerjaan tersebut dapat diperkirakan pelaksanaannya. Pekerja tidak mungkin berstatus karyawan tetap karena pekerjaan tidak dilaksanakan dalam waktu yang lama. Hal ini dilakukan demi kepastian hukum bagi pekerja maupun pelaku usaha.
Ketentuan UMP, UMK, UMSP Dihapus
Ketentuan Upah Minimum diatur dalam Pasal 88C, ditetapkan oleh Gubernur dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan dari hasil lembaga yang berwenang di bidang statistik. Gubernur juga berhak menetapkan upah minimum Kabupaten dan kota dengan syarat tertentu. Pelaku usaha dilarang memberi upah dibawah upah minimum yang ditetapkan. Dan diatur pula upah minimum hanya diterapkan pada tenaga kerja dengan jangka waktu kerja dibawah 1 tahun. Artinya dengan masa kerja diatas 1 tahun, tenaga kerja akan diberikan upah yang lebih tinggi.
UU Cipta Kerja juga sangat berpihak kepada masyarakat untuk peningkatan Usaha Mikro dan Kecil yang tidak dibebankan untuk pemberian upah sesuai Upah Minimum yang ditetapkan Gubernur. Hal ini akan membuat industri kecil dan menengah masyarakat dapat meningkat lebih cepat dengan beban yang lebih ringan.
Pengaturan tentang Outsoursing dihapus
Bahwa ketentuan tentang pelaksanaan pekerjaan oleh Perjanjian Pemborongan dan Penyedia jasa pekerjaan, dirangkum dalam Pasal 66 Undang-undang Cipta Kerja dengan menggunakan istilah sebagai Perusahaan Alih Daya.
Jaminan Sosial hilang
UU Cipta kerja mengatur Jaminan Sosial dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, yang memuat Jaminan Kesehatan, Kecelakaan Kerja, Hari Tuam Pensiun, Kematian, dan diberikan Jaminan tambahan yaitu jaminan kehilangan pekerjaan yang bila terjadi pada tenaga kerja maka akan mendapatkan cash benefit, upskillig, upgrading, dan akses pasar tenaga kerja.
Upaya pemerintah dan parlemen untuk mengesahkan Undang-Undang ini merupakan langkah maju dalam meningkatkan investasi, perekonomian dan kesejahteraan masyarakat menyeluruh. Masyarakat hanya belum memahami substansi dari aturan dan terlanjur terpola dengan pemikiran pihak-pihak selalu kontra dengan pemerintah.
Penolakan masyarakat dengan cara demonstrasi serta mogok kerja yang dilakukan buruh atau tenaga kerja menjadi tidak relevan oleh karena UU Tentang Cipta Kerja ini terutama berkenaan dengan Ketenagakerjaan sangat mengakomodir aspirasi masyarakat.
“Pemberian hak serta jaminan dan penghargaan lebih terhadap pekerja yang belum diatur pada UU sebelumnya serta mendukung dan memberikan keringanan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah sebagai kesempatan untuk tumbuh dan bersaing, sehingga meningkatkan perekonomian masyarakat,” pungkas Kapitra. (Indra)