BERITA JAKARTA – Hampir seluruh negara-negara di dunia saat ini sedang dilanda wabah virus Corona atau Covid-19, termasuk Indonesia. Berbagai langkah dilakukan pemerintah dalam mencegah, mengatasi, menekan laju penyebaran, hingga menyiapkan sarana prasarana pengobatan. Namun, hingga kini penambahan pasien positif Covid-19 tidak dapat dikendalikan dan terus melonjak.
“Bahkan, penambahan pasien positif Covid-19 pada tanggal 21 September 2020 berjumlah sebanyak 4.176 orang, merupakan rekor penambahan tertinggi sejak kasus perdana Covid-19 diumumkan, dengan total jumlah kasus positif kasus sebanyak ± 248.000 orang,” kata Dr. M. Kapitra Ampera, SH, MH, dalam wawancara ekslusif dengan Matafakta.com, Rabu (23/9/2020).
Dikatakan Kapitra, pandemi Covid-19 tidak hanya berpengaruh pada ancaman kesehatan, lebih luas hal ini dapat berakibat buruk pada stabilitas ekonomi dan sosial, seperti terjadinya resesi di beberapa negara, jumlah pengangguran akibat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) meningkat, penurunan daya beli masyarakat serta menimbulkan goncangan politik akibat tuntutan-tuntutan pengendalian yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pemerintah telah melakukan segala upaya dalam memutus rantai penyebaran dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan ekonomi masyarakat. Baik Pemerintah Pusat maupun Daerah mengeluarkan berbagai kebijakan dalam mengendalikan penyebaran dengan menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
“Untuk beberapa waktu, penyebaran Covid-19 dapat ditekan, namun paska putusan PSBB dicabut dan diganti dengan new normal, dimana kegiatan kembali berjalan normal dengan syarat-syarat disiplin tertentu, angka penambahan positif Covid-19 terus meningkat,” ulasnya.
Penyebabnya adalah masyarakat yang tidak disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan, dan belum dapat menyesuaikan diri beradaptasi dengan kebiasaan baru. Perkantoran, Tempat Umum, pusat perbelanjaan, hingga keramaian tidak bisa dikendalikan sehingga sangat sulit memutus rantai penyebaran Covid-19.
“Disamping itu, masih ada kelompok masyarakat yang memanfaatkan pandemi Covid-19 demi kepentingan politik dengan membangun opini negatif dan mengkritisi kebijakan pemerintah. Kelompok tersebut mengumpulkan masyarakat untuk melakukan berbagai kegiatan dan aktivitas di ruang publik seperti deklarasi dan unjuk rasa tanpa mengkhawatirkan potensi penyebaran Covid-19, sehingga menimbulkan kluster baru,” paparnya.
Masih kata Kapitra, pelaksanaan Pilkada dibeberapa daerah di Indonesia juga menjadi salah satu klaster baru penyebaran. Sebagaimana arahan Presiden Jokowi tanggal 7 September 2020, Pilkada menjadi salah satu klaster yang perlu diwaspadai. Kegiatan-kegiatan pasangan calon Kepala Daerah yang terjun menemui masyarakat, membuat pertemuan dan mengumpulkan massa dalam kampanye-nya, bahkan dalam PKPU No. 10 tahun 2020 memberikan peluang peserta Pilkada untuk melaksanakan konser musik, bazar, dan pentas seni budaya yang dapat membuat kerumunan.
“Pada kondisi yang sangat darurat ini, pemerintah harus melakukan Moratorium Politik, bertindak tegas dengan memberlakukan Pembatasan yang lebih ketat pada kegiatan-kegiatan yang non-vital, terutama kegiatan-kegiatan politik yang hanya akan menambah permasalahan dan merusak persatuan bangsa,” ungkapnya.
Kapitra menegaskan, aparat penegak hukum harus tegas untuk tidak memberi izin atas kerumunan dan keramaian dengan alasan apapun. Segala hak politik untuk demonstrasi, deklasrasi, perkumpulan, haruslah ditahan dan ditunda terlebih dahulu sampai situasi aman dan membaik.
“Untuk pelaksanaan Pilkada, akan sangat membantu, jika pemerintah tidak memberikan izin kepada pasangan calon Kepala Daerah untuk melakukan kampanye terbuka, bahkan jika tidak dapat dikendalikan maka pelaksanaan Pilkada patut untuk ditunda. Anggaran pelaksanaan Pidana yang begitu besar juga akan lebih bermanfaat jika dialokasikan ke pengobatan dan penanganan krisis kesehatan,” sarannya.
Bilamana pelaksanaan Pilkada tidak dapat ditunda, maka langkah terbaik yang dapat diupayakan adalah dengan cara merubah sistem pelaksanaan kampaye dari kampanye terbuka kepada kampanye virtual melalui media elektronik, sosial media, serta tulisan-tulisan yang dapat dipahami dan dimengerti masyarakat. Hal demikian harus didukung dengan bantuan instrumen media TV, Surat Kabar, Radio, serta media online untuk melancarkan kampanye secara virtual.
“Saat ini yang terpenting adalah seluruh elemen lapisan masyarakat dapat bersama-sama dengan kompak mengatasi permasalahan ini. Lupakan segala kepentingan politik, kelompok, kontestasi, dan perbedaan, serta mengeluarkan seluruh potensi yang ada untuk sumbangsih pikiran, mengawasi berjalannya pengendalian, serta menahan diri melakukan perbuatan yang akan mempersulit pemerintah dalam memutus rantai penyebaran Covid-19,” pungkasnya. (Indra)