BERITA SULTENG – Presiden Eksekutif Lembaga Pemerhati Khusus Nasional Republik Indonesia (LPKN-RI), Egar Mahesa Dg. Parani melayangkan kritik keras kenaikan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS Kesehatan melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 64 Tahun 2020.
Bung Egar, dengan tegas mengecam kebijakan kenaikan BPJS yang dinilainya tidak tepat, karena Indonesia tengah menghadapi pandemi virus Corona atau Covid-19.
Terlebih lagi kata Egar, sejak ditetapkannya wabah Covid-19 sebagai Wabah Nasional yang melahirkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dibeberapa daerah di seluruh Indonesia yang sudah membawa malapetaka ekonomi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dicontohkan Egar, seperti terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ataupun usahanya berhenti, sehingga dengan adanya kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini akan membebani masyarakat. Ini sudah sangat miris dan menjepit nafas rakyat kecil.
“Kebijakan ini tidak tepat. Apa tidak bisa menunggu tahun depan saat penyusunan anggaran baru atau minimal saat wabah Covid-19 ini mereda,” imbuhnya, Minggu (17/5/2020).
Seperti diketahui, Peraturan Presiden (Perpres) No. 64 Tahun 2020. Perpres ini, menaikkan premi iuran BPJS Kesehatan mulai 1 Juli 2020.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) sudah membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang tertuang dalam Perpres No. 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Perpres 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
“Saya menilai keputusan yang diambil Pemerintah ini dinilai terburu-buru. Padahal, pada aturan tersebut belum ada Juklak dan Juknisnya. Lalu dasarnya apa?,” jelas Pria Kelahiran Salule 32 tahun silam ini.
Tentunya lanjut Egar, hal ini akan membingungkan Pemerintah di daerah ataupun masyarakat ditengah pandemi Covid-19 dengan berbagai peraturan yang diterapkan Pemerintah, diantaranya berawal dari anjuran “dirumah aja” dan PSBB,” ungkapnya.
Coba kita perhatikan secara seksama, Pepres ini juga memberikan potensi untuk Pemerintah Daerah dan Perusahaan mempunyai tunggakan ke BPJS Kesehatan. Apalagi selain membayar PBI, Pemda juga dibebani subsidi bagi Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU).
”Kalau dihitung sejak Bulan Juni sampai Bulan Desember Pemerintah Daerah dan masyarakat akan berhutang ke BPJS. Makanya harus benar-benar disampaikan ke BPJS dan kemungkinan akan mereka bayar pada 2021,” kata Egar.
Perpres ini memberikan keringanan bagi peserta JKN-KIS untuk bisa melunasi tunggakannya. Mereka bisa mengaktifkan kembali kepesertaan JKN-KIS dengan membayar tunggakan iuran selama 6 bulan meski tunggakannya lebih.
Ditambahkan Egar, kondisi perekonomian dan pisikology masyarakat saat ini masi belum stabil untuk makan saja susah, dan dihantui oleh wabah apalagi untuk melunasi tunggakan. Semestinya, Pemarintah Pusat harus memberikan berita gembira yang bisa membuat rakyat tersenyum walau kesusahan.
“Dengan pembebanan kenaikan iuran ini yakinlah makin banyak masyarakat tambah pusing dan berpotensi ketidak percayaan masyarakat umum pada kebijakan-kebijakan pemerintahan selanjutnya. Jadi Pak Jokowi harus pikirkan kembali masalah ini,” tutupnya. (Usan)