BERITA JAKARTA – Pemerintah Republik Indonesia sudah menetapkan Peraturan Pemerintah dalam mengatasi Pandemi virus Corona atau Covid-19 dengan cara menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan status kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
Pasca penetapan aturan ini, pergerakan nilai tukar dolar AS kembali liar pada perdagangan spot seperti, Rabu 1 April 2020, rupiah tertekan hebat hingga amblas ke level terdalamnya di angka Rp16.475 per dolar AS dan berpotensi untuk turun lebih dalam lagi.
Menurut pengamat kebijakan public, Wibisono mengungkapkan, bahwa ada dua skenario yang mungkin dihadapi rupiah, yakni berat ketika rupiah menembus Rp17.500 per dolar AS dan sangat berat ketika rupiah menembus Rp20.000 per dolar AS, tapi seandainya Pemerintah menerapkan lockdown akan semakin parah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Lanjut Wibi, Gubernur Bank Indonsia, Perry Warjiyo memastikan bahwa BI akan melakukan berbagai upaya untuk mencegah terjadinya dua skenario tersebut.
“Skenario berat kurs Rp17.500 per dolar AS atau yang sangat berat Rp20.000 per dolar AS, itu akan kita antisipasi supaya tidak terjadi. Dalam hal ini, seandainya terjadi maka perekonomian RI akan Lumpuh,” ujar Wibi kepada awak media di Jakarta, Kamis (2/4/2020).
Sementara itu menurut Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani memaparkan, skenario terburuk dampak virus Corona atau Covid-19 bagi perekonomian Indonesia, ekonomi bisa anjlok hingga minus.
“Pertumbuhan ekonomi kita perkirakan, berdasarkan asessement yang ada, BI, OJK, LPS dan kami (kemekeu) memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan turun ke 2,3 persen bahkan dalam skenario yang lebih buruk bisa mencapai minus 0,4 persen,” jelas Sri Mulyani dalam telekonferensi Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Selasa 1 April 2020 kemarin.
Kondisi yang tidak kondusif akibat Covid-19 ini akan menyebabkan menurunnya kegiatan perekonomian. Hal ini dikarenakan kesulitan dari sisi pendapatan bagi perusahaan.
“Ini berpotensi menekan lembaga keuangan akibat kredit tidak bisa dibayarkan dan diberikannya relaksasi. Perusahaan mengalami kesulitan dari sisi pendapatan dan kemampuan membayar utang-utangnya,” jelas dia.
Hal ini, lanjut dia, akan membuat outlook ekonomi kian terpuruk. “Terjadi transmisi dari masalah kesehatan dan kemanusiaan menjadi masalah ekonomi,” ulasnya.
Penyebaran Covid-19 yang kian parah membuat Pemerintah di seluruh negara mencermati dan menghitung skenario dampaknya.
Berbagai indikator dimasukkan seperti konsumsi, perdagangan internasional, harga minyak Indonesia (ICP), serta durasi atau lama pandemi virus Corona berlangsung.
Indikator lain yang juga dimasukkan dalam menghitung proyeksi pertumbuhan ekonomi yakni tingkat penghunian kamar hotel, jumlah penumpang penerbangan, logistik, pembatasan mobilitas (lockdown), serta pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pengurangan jam kerja.
“Dengan melihat skenario-skenari tersebut, tentu kami melihat pertumbuhan ekonomi dari yang paling moderat pengaruhnya dari Covid, namun apabila masalahnya bertambah berat, misalnya durasi penyebaran Covid-19 berlangsung hingga 3-6 bulan serta terjadi lockdown, maka pertumbuhan ekonomi bisa lebih rendah lagi,” ungkap Wibi.
Kondisi yang lebih berat juga tambah Wibi, terlihat dari perdagangan internasional yang turun hingga 30 persen dan jumlah penumpang penerbangan yang turun 75-100 persen.
“Jika kondisi lebih buruk tersebut terjadi, maka skenarionya bisa menjadi lebih buruk, pertumbuhan ekonomi bisa hanya 2,5 persen atau bahkan sampai ke minus 0.4 persen, ngeri ngeri sedap,” pungkas Wibi. (Usan)